Brayut Terpinggirkan Akibat Program Keluarga Berencana
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Pada masa era Orde Baru, posisi Brayut menjadi terpinggirkan akibat adanya program Keluarga Berencana (KB). Brayut telah diposisikan sebagai keluarga yang tidak patut diteladani karena keluarga Brayut memiliki banyak anak.
[pilihan-redaksi]
Tentu kondisi ini berlawanan dengan wacana yang dikembangkan oleh penguasa saat itu dalam membentuk keluarga kecil bahagia dan sejahtera, dua anak laki-laki atau perempuan sama saja.
Hal ini terungkap dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Pemaknaan Cerita Rakyat Brayut: Dari Ideologi Agraris Hingga Kapitalis yang dipublikasikan dalam Jurnal Kajian Bali, Volume 07, Nomor 01, tahun 2017
Peneliti dari Universitas Hindu Indonesia Denpasar I Wayan Budi Utama menuliskan di era orde baru, ideologi yang dikembangkan oleh penguasa saat itu dengan Program Keluarga Berencana, telah memarginalkan posisi Brayut.
Padahal Brayut adalah salah satu cerita rakyat Bali yang mengisahkan tentang kehidupan keluarga petani yang memiliki banyak anak.
Pada era tradisional Brayut dikenal dengan ideologi pertanian bahwa banyak anak adalah banyak rejeki karena pertanian tradisional membutuhkan banyak tenaga kerja.
Pada era tradisional, simbol-simbol kesuburan dalam arti luas seperti hasil pertanian yang melimpah dengan jumlah keluarga yang besar sebagai sumber daya dalam pengerjaan lahan pertanian menjadi penting.
Brayut sebagai simbol kesuburan pada era tradisional pertanian berkaitan erat dengan sistem religi yang berkembang pada masa itu.
Simbol-simbol keagamaan menjadi sangat penting artinya sebagai ideologi untuk mempertahankan relasi dominasi.
[pilihan-redaksi2]
Bila dicermati secara lebih mendalam terkait dengan kehidupan keluarga Brayut yang tersurat dan tersirat dalam lontar Gaguritan Brayut menunjukkan bahwa Brayut adalah keluarga yang berhasil dalam mendidik anak-anaknya meskipun mereka memiliki anak dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu 18.
Jumlah ini bila dicermati dalam kaitan dengan sistem religi masyarakat Hindu di Bali adalah angka istimewa karena merupakan kelipatan angka 9.
Angka 9 dipandang sebagai angka tertinggi, angka yang diyakini memiliki nilai religiomagis dalam sistem keyakinan masyarakat Hindu di Bali
Sementara itu Saat ini di era postmodern terjadilah kapitalisasi dan komodifikasi tokoh Brayut dalam bentuk patung yang diperjualbelikan.
Brayut kini kembali menjadi bahan inspirasi bagi para seniman khususnya seniman patung untuk memproduksi patung-patung Brayut dengan berbagai gaya dan langgamnya. [bbn/ Jurnal Kajian Bali/mul]
Reporter: bbn/mul