search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pesan Keramat AA Alit Konta: Ning, Amuncen Je Lacure Ede Kanti Ngadep Sastra
Minggu, 7 Oktober 2018, 08:49 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com,Denpasar. Anak Agung Alit Konta pensiunan Sersan Prayoda, seangkatan dengan tokoh seni Bali I Gusti Ngurah Pinda. Lahir di Pekambingan tahun 1920 dari keluarga Puri. Di usia belia Konta kecil dididik ketat sesuai dengan tradisi kaum ningrat.
 
[pilihan-redaksi]
Anak Agung Made Gerudug, ayah kandung Alit Konta, dikenal sebagai seorang Balian Usada ternama. Ibunya, Jero Wungu, seorang wanita biasa, mengantarkan masa kanak-kanak Alit Konta pada Pangalbuan Puitis Tembang-tembang Bali. Menapak dewasa, Alit Konta telah berkenalan dengan Tradisi Sastra Puri. Perkenalan itulah nantinya membentuk sebuah pemahaman mendalam tentang amanat adi luhung warisan sastra tradisi Hindu.
 
Di masa muda Alit Konta adalah seorang olahragawan. Pada tahun 1947 ia didaulat menjadi Ketua Kesebelasan Sepak Bola Gorib Denpasar. Selanjutnya di tahun 1950, ia menjabat Ketua Persibal Bali. Wakil Ketua Perseden dijabatnya tahun 1964. Sebelumnya, tahun 1951, adalah Wakil Tim Sepak Bola Sunda Kecil untuk PON Kedua di Jakarta. Pada PON ke-3 timnya turut sebagai Wakil Sunda Kecil.
 
Alit Konta mungkin satu-satunya tokoh yang memiliki konsistensi tinggi pada bidangnya, yakni ketekunannya pada sastra kawi. Ia sendiri adalah pengagum tokoh Karna dalam dunia pewayangan.
 
Alit Konta yang dikaruniai 4 anak dari 2 istrinya ini seperti telah menetapkan pilihannya sendiri. Di rumahnya, ia menunggu sisa umurnya memenuhi pangilan sebagai seorang kawi. Ratusan lontar yang tersimpan di rumahnya adalah saksi atas cita-citanya. Lontar-lontar itu ia tulis sendiri.
 
Sebagai pengawi, Alit Konta termasuk paling produktif di jamannya. Ada sejumlah karya yang ia tinggalkan antara lain : Bandana Wandwa Yuda, Pandawa Yana, Puputan Badung (Geguritan), Geguritan Catur Sanak, Geguritan Triyajna, Geguritan Capung Bangkok, Kidung Yajna Kantong, Geguritan Kanda Sasana, dan sejumlah tulisan mengenai pedalangan, Agama serta pembinaan bahasa Bali.
 
[pilihan-redaksi2]
Tak hanya itu, Alit Konta juga meraih piagam penghargaan dari Kanwil Agama Provinsi Bali, sebagai pembina Utsawa Kidung dan Kakawin se Bali, 29 Maret 1983, piagam penghargaan dari Bupati Badung (Tanggal 19 September 1981) sebagai tokoh seniman sastra daerah, piagam seni dari Mendikbud Fuad Hasan 1990.
 
Alit Konta meninggal dalam usia 71 tahun di tahun 1991, dengan sebuah amanat yang mungkin bagi anak-anaknya sangat keramat : Ning, amuncen je lacure, ede pesan nyen kanti ngadep sastra, ila-ila dahat ento, mapuara puceh panumadiane dadi jelema. Maksud nya, anak ku seberapa miskinnya pun dirimu, jangan sampai menjual sastra, itu sangat amat berbahaya, akan menyebabkan kelahiranmu sebagai manusia hina dina. Kini, di tengah jaman yang serba menakar dengan uang masih adakah kita sanggup menyelami makna amanat yang di wariskan Alit Konta itu? (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami