Hakim Tolak Eksepsi, Eks Ketua Kadin Bali: Nanti Saya Bongkar Semua
Kamis, 4 Juli 2019,
16:45 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Upaya AA Ngurah Alit Wiraputra (52), eks ketua Kadin Bali lolos dari dakwaan jaksa gagal. Pasalnya, pada putusan sela di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (4/7) sore majelis hakim pimpinan IA Adnya Dewi menolak eksepsi terdakwa.
[pilihan-redaksi]
"Majelis hakim sepakat menolak eksepsi terdakwa, sebaliknya menerima dakwaan penuntut umum, sidang akan dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara Senin depan," tegas hakim dalam amar putusan selanya.
"Majelis hakim sepakat menolak eksepsi terdakwa, sebaliknya menerima dakwaan penuntut umum, sidang akan dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara Senin depan," tegas hakim dalam amar putusan selanya.
Usai sidang terdakwa yang hadir mengenakan pakaian adat Bali itu mengatakan pada pemeriksaan saksi mendatang bakal mengungkap siapa sebenarnya yang bohong. "Nanti saya bongkar semua," ujar Alit Wiraputra.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Raka Arimbawa,SH tertuang ada nama anak mantan Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, pada ungkapan terdakwa dalam menjanjikan sesuatu kepada infestor untuk masalah perijinan proyek reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa senilai Rp16,1 miliar.
Ia menyebutkan jika Putu Pasek Sandos Prawirottama yang merupakan putra Gubernur Bali dua periode tahun 2008-2013 dan 2013-2018, diduga ikut menerima aliran dana dari Alit sebesar Rp 8,3 miliar.
Dalam berkas dakwaan oleh Jaksa, terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif. Dakwaan pertama, JPU menjerat dengan Pasal 378 KUHP yang isinya terdakwa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan mempergunakan nama palsu atau sifat palsu, dengan mempergunakan tipu muslihat menggerakan saksi korban Sutrisno Lukita Disatro, untuk diri sendiri atau atas nama PT Bangun Segita Mas untuk menyerahkan uang sebesar Rp16,1 miliar.
Jaksa Raka menunturkan, berawal pada tahun 2011, ketika Sutrisno bersama rekannya yang bernama Abdul Satar datang ke Bali untuk berinvestasi di proyek dermaga baru di kawasan Pelabuhan Benoa yang akan dijadikan tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar.
Lalu, Sutrisno menyuruh Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus proses pengajuan perizinan proyek tersebut. Candra kemudian menghubungi Made Jayantara, lalu Jayalantara menghububungi terdakwa yang pada saat itu menjabat sebagai wakil ketua Kadin Bali.
Singkat cerita, terdakwa pun menyangupi permintaan dari Sutrino untuk dipertemukan dengan Gubernur Bali, Mangku Pastika. Setelah itu Jayantara memperkenalkan Alit kepada Candra.
"Pada tanggal 23 November 2011, bertempat di kantor HIPMI di Sanur, Jayantara mempertemukan Candra dengan terdakwa dan Putu Pasek Sandos Prawirottama, untuk membagi peran dan tugas dari Jayantara," beber Jaksa Raka.
Menariknya lagi, dalam pertemuan dengan Sutrisno dalam rangka membahas kesepakatan pengurusan ijin proyek tersebut, terdakwa mengaku sebagai anak angkat dari Mangku Pastika.
Dimana saat itu Sutrisno mengatakan akan investasi di Teluk Benoa sebesar 3 Triliun dan menanyakan soal kedekatan terdakwa dengan Gubernur Pastika.
[pilihan-redaksi2]
Oleh terdakwa dijawab bahwa dirinya sangat dekat dengan Mangku Pastika. Tergiur dengan janji-janji terdakwa, Sutrisno pun memberikan uang kepada terdakwa secara bertahap mulai dari 23 Februari hingga 1 Agustus 2012 yang total mencapai 16,1 miliar rupiah. Namun sampai akhirnya, janji dari terdakwa itu terlaksana.
Oleh terdakwa dijawab bahwa dirinya sangat dekat dengan Mangku Pastika. Tergiur dengan janji-janji terdakwa, Sutrisno pun memberikan uang kepada terdakwa secara bertahap mulai dari 23 Februari hingga 1 Agustus 2012 yang total mencapai 16,1 miliar rupiah. Namun sampai akhirnya, janji dari terdakwa itu terlaksana.
Selain itu, Jaksa Raka juga menjerat terdakwa dengan Pasal 372 KUHP. Dalam dakwaan ke-Dua inilah, nama Sandos disebut sebagai salah satu penerima aliran dana 16,1 miliar rupiah dari terdakwa. Dengan rincian, terdakwa sendiri sebesar Rp2 Miliar, Sandos mendapat Rp7,5 Miliar dan USD $80.000 apabila ditotal Rp8,3 Miliar, Candra Wijaya sebesar Rp4,6 Miliar dan I Made Jayantara sebesar Rp1,1 Miliar.
Menyikapi dakwaan itu, terdakwa melalui penasehat hukumnya merasa keberatan dan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi pada sidang selanjutnya, Senin depan. (bbn/maw/rob)
Berita Denpasar Terbaru
•
Reporter: bbn/maw