Berharap Aplikasi Energi Bersih di Bali Bukan Mimpi Diatas Mimpi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Lembaran mimpi baru terkait aplikasi atau penggunaan energi bersih dan terbarukan (EBT) kembali menyeruak di Bali.
[pilihan-redaksi]
Gelora untuk menjadikan Bali sebagai wilayah yang ramah terhadap energi bersih dan terbarukan muncul menyusul terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Penyediaan, pemanfaatan dan pengembangan energi bersih menurut rencana akan berfokus pada sumber energi matahari, tenaga air, angin, panas bumi, biomassa, biogas, sampah di kota/desa, serta pemanfaatan bahan bakar nabati cair.
Salah satu wujud nyata penerapannya yaitu pemasangan PLTS atap atau pemanfaatan teknologi surya lainnya pada bangunan-bangunan yang ada yang dilakukan pada tenggat waktu beragam, dari 2021 hingga 2024.
Warga Bali tentu sangat berharap target ini bukan sekedar mimpi diatas mimpi, apalagi pemanfaatan energi bersih dan terbarukan akan berdampak pada kesehatan masyarakat Bali nantinya. Belum lagi upaya ini disebut-sebut sebagai bentuk keseriusan Pemerintah Provinsi Bali dalam mengimplementasikan Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Langkah ini juga pada akhirnya akan memberi nilai tambah bagi pariwisata Bali. Sayangnya usaha mewujudkan mimpi diatas mimpi ini sangat berat, karena untuk sekedar urusan energi listrik saja Bali masi tergantung pada pembangkit yang mengandalkan batubara dan diesel.
Mimpi menikmati energi bersih dan terbarukan bagi warga Bali nampaknya bukan dimulai sejak terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Mimpi itu sejatinya sudah mengendap sudah cukup lama dan mengendap karena berbagai program aplikasi energi terbarukan yang tak optimal. Sebut saja Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2007. Kala itu beberapa luas jalan di Bali dipasangi lampu penerangan jalan dengan energi matahari. Motifnya ingin menunjukkan bahwa Bali telah mengimplementasikan energi bersih dan harapannya pemanfaatan energi matahari di Bali akan berlanjut.
Mimpi menikmati energi bersih berikutnya yaitu dimulai tahun 2009 melalui Program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yaitu pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas. Sayangnya biogas yang dihasilkan belum dapat dinikmati seluruh anggota kelompok Simantri dan hanya bisa dinikmati oleh anggota Simantri yang rumahnya berdekatan dengan kandang sapi. Dalam perkembanganya cerita sukses pemanfaatan biogas simantri ini kini mulai tak terdengar lagi. Padahal biogas Simantri dapat menjadi jalan dalam upaya mewujudkan ketahanan energi di tingkat petani.
Mimpi besar pemanfaatan energi bersih dan terbarukan di Bali berikutnya terjadi pada tahun 2015. Saat itu pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM memilih Bali sebagai Center of Excellence (CoE) energi bersih, yang kemudian direalisasikan melalui pemasangan sistem Smart Grid pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kantor Gubernur Bali. Program ini pun digadang-gadang menjadi langkah awal upaya Pemprov Bali menggunakan Energi Baru dan Terbarukan.
Kala itu pemasangan sistem Smart Grid pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kantor Gubernur Bali dipandang sejalan dengan program Bali Mandara untuk mewujudkan Bali Green Province. Bahkan Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menjadikan Bali sebagai provinsi dengan pemanfaatan energi bersih 100 persen pada 2018.
Kenyataanya pemanfaatan energi surya kini ditarget terealisasi antara tahun 2021 hingga 2024. Target yang terus molor ini seakan menjadi mimpi-mimpi yang belum terealisasikan sehingga ibarat mimpi diatas mimpi. Rencana besar pemanfaatan energi bersih berikutnya adalah pemanfaatan energi listrik yang berasal dari pengolahan sampah di TPA Suwung.
Ditargetkan energi listrik dari sampah di TPA Suwung akan mulai beroperasi pada 2021. Apabila upaya ini sukses maka sampah tidak akan lagi menjadi musibah, tetapi menjadi berkah bagi Bali. Harapannya tentu rencana ini tidak sebatas pilot project semata, tetapi menjadi rencana yang terintegrasi, holistik dan berkesinambungan.
Berdasarkan hasil penelitian Putu Dian Paramitha Dewi, I Wayan Suarna, dan I Wayan Budiarsa Suyasa dari Universitas Udayana dinyatakan bahwa gas metan yang timbul dari timbunan sampah di TPA Suwung memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Hasil penelitian yang dituangkan dalam sebuah artikel ilmiah berjudul Potensi Energi Listrik Yang Dihasilkan Dari Emisi Gas Metana di TPA Suwung Provinsi Bali dan dipublikasikan dalam Jurnal Ecotrophic, Volume 11 nomor 2 tahun 2017 disebutkan potensi energi listrik yang dapat dibangkitkan dari gas metan di TPA Suwung mencapai 6,66 MW.
Tantanganya kemudian adalah sinergitas dari pemerintah provinsi dan kabupaten kota khususnya di kawasan Sarbagita untuk saling mendukung dalam mewujudkan pemanfaatan sampah menjadi energi listrik di TPA Suwung. Jika hal ini mampu dijalankan dan terdapat komitmen bersama maka bau sampah dan kebakaran TPA beserta dampak negatif lainnya dapat diminimalisasi. Bali memang tidak memiliki kekayaan alam berupa bahan tambang, tetapi Bali memiliki kekayaan yang selama ini masih dipandang sebagai ancaman bahkan musibah.
Sampah sampai saat ini masih dipandang sebagai ancaman dan musibah, kenyataanya apabila diolah dapat menghasilkan energi listrik. Begitu juga limbah peternakan yang selama ini dipandang sebagai pencemar, nyatanya apabila diolah dapat menjadi pupuk kompos dan dapat juga menjadi biogas. Melalui program Simantri kotoran ternak telah mampu diolah sebagai biogas dan menjadi sumber energi alternative bagi petani dan peternak di Bali.
Sayangnya setelah pergantian pemimpin di Bali kabar biogas simantri mulai surut. Padahal dalam sebuah artikel ilmiah berjudul The Biogas Potential Estimation towards Simantri Program in Bali yang dipublikasikan dalam International Journal of Research in Social Sciences, volume 6 nomor 9 tahun 2016 disebutkan bahwa dari satu kelompok Simantri dengan 21 ekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan biogas mencapai 4,83 m3 atau setara dengan LPG sebesar 2.222 kg / hari.
Permasalahannya kemudian apakah program Simantri akan dilanjutkan sebagai bagian dari upaya penyediaan energi bersih di Bali atau justru akan dihentikan dan membiarkan limbah peternakan menjadi ancaman?
Bali juga memiliki kekayaan alam berupa energi arus laut yang dapat dimanfaatkan dalam penyediaan energi bersih dan terbarukan. Dalam sebuah artikel ilmiah berjudul Penelitian Potensi Energi Arus Laut Sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Perairan Toyapakeh Nusa Penida Bali yang dipublikasikan dalam Jurnal Geologi Kelautan, Volume 8 nomor 3 tahun 2010 disebutkan bahwa arus laut di Perairan Toyapakeh Nusa Penida berpotensi sebagai sumber energi terbarukan.
Dalam artikel yang ditulis oleh A.Yuningsih, A. Masduki, dan B. Rachmat dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Badung juga disebutkan bahwa kecepatan arus rata-rata di perairan Toyapakeh mencapai kecepatan 2,5-3,0 m/detik dengan durasi 9 -18 jam/hari untuk kecepatan diatas 0,5 m/detik. Dengan demikian, perairan di Toyapakeh merupakan lokasi yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi baru terbarukan, khususnya pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL).
Kekayaan alam Bali lainnya untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan adalah energi angin. Penggunaan teknologi alternatif pembangkit listrik tenaga bayu ini disebut-sebut dapat menimalisir dampak lingkungan dan secara ekonomis cukup menguntungkan. Dalam sebuah artikel berjudul Pemanfaatan Energi Angin Sebagai Energi Alternatif Pembangkit Listrik di Nusa Penida dan Dampaknya Terhadap Lingkungan yang dipublikasikan dalam Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 nomor 2 tahun 2009 dinyatakan bahwa di Pulau Penida, listrik dapat diproduksi dengan daya maksimum 50 kW dari turbin angin tunggal. Guna memenuhi total kebutuhan energi listrik untuk pulau ini, diperlukan pengembangan ratusan turbin.
Permasalahannya pengembangan jumlah turbin angin ini dikhawatirkan menghasilkan dampak lingkungan seperti dampak ekologis, estetika visual, dan kebisingan yang ditimbulkan. Bali sejatinya memiliki beragam sumber energi untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan guna mengganti sumber energi fosil.
Potensi-potensi energi bersih dan terbarukan tersebut kini tinggal dikembangkan secara berkelanjutan. Apabila ini berhasil dikelola secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi penyediaan dan ketahanan energi di Bali maka penyediaan energi bersih dan terbarukan di Bali tak lagi bagai mimpi di atas mimpi.
Penulis
I Nengah Muliarta
Dewan Redaksi Beritabali.com
Reporter: bbn/mul