search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Arsitektur Pura Dalem Balingkang, Salah Satu Daya Tarik Utama Wisatawan Tiongkok (4)
Kamis, 26 Desember 2019, 08:40 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/net

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Keindahan alam dan kebudayaan Bali yang unik dan beranekaragam berpedoman pada falsafah Hindu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik (Darmayudha, dkk. 1991: 6-8). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Juli 2019 ini mengalami kenaikan sebesar 2,04 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Meski demikian, secara kumulatif, wisman Tiongkok yang datang ke Bali pada Januari-Agustus 2019 menurun hingga 12,66 % dibandingkan periode sama pada 2018. 

Seperti pemaparan di atas jumlah wisatawan asal Tiongkok menduduki peringkat pertama, namun jumlahnya menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan pemasalahan penertiban toko orang Tionghoa di Bali, yang jadi ajang praktek mafia jual murah pariwisata. Gubernur Wayan Koster dan Wagub mendapatkan komplain dari Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, terkait anjloknya kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali karena ada isu ‘pengusiran’ orang Tionghoa dari Bali. Padahal, Gubernur dan Wagub hanya melakukan penertiban karena ulah oknum mafia Tiongkok yang merusak citra pariwisata Bali.

Wakil Ketua China Public Diplomacy Association, Hu Zhengyue mengatakan Bali telah menjadi destinasi wisata yang disukai untuk dikunjungi wisatawan Tiongkok. "Bali sangat terkenal dengan alamnya yang indah, budayanya yang beraneka ragam, dan yang terpenting masyarakat Bali sangat ramah," ujarnya. Hu Zhengyue mengemukakan sejumlah rekomendasi untuk mendongkrak kunjungan wisatawan Tiongkok di antaranya melalui pelaksanaan pameran bersama pelukis Bali di Beijing, mengundang media maupun para penerbit untuk meliput Bali dengan lebih dekat, pertukaran mahasiswa terkait dengan kesenian, maupun mengundang perusahaan dari Tiongkok untuk turut membangun infrastruktur Bali. 

Sedangkan Konsul Jendral Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar, Gou Haodong mengucapkan terima kasih atas berbagai masukan untuk mempererat persahabatan Tiongkok dengan Indonesia dan khususnya dengan Bali. Pihaknya sependapat kerja sama media di kedua negara memegang peranan penting, sehingga wisatawan Tiongkok tidak saja mengenal Bali karena keindahan alamnya, tetapi lebih kenal kepada seni budayanya (https://www.antaranews.com/berita/970220/dongkrak-wisatawan- china-pemprov-bali-siap-beri-dukungan-terbaik ).

Cok Ace memiliki ide untuk memulihkan kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali dengan menggagas festival yang terkait dengan akulturasi budaya Tiongkok. Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali tersebut menggagas Festival Balingkang Kintamani 2019. Selama sehari penuh turis Tiongkok yang liburan di Bali akan dibawa ke Kintamani, guna menyaksikan parade budaya dan kunjungi situs-situs penting di seputar Batur Global Geopark.

Festival Balingkang Kintamani 2019, yang untuk pertama kalinya diluncurkan, digelar selama sebulan. Festival ini dibuka tanggal 6 Februari 2019, ditandai dengan parade budaya di Kintamani. Sesuai tajuknya, festival ini juga bertujuan mengangkat keberadaan Pura Dalem Balingkang di Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bangli, yang merupakan salah satu situs sejarah penting yang memiliki nilai toleransi dan integrasi tinggi antara etnis keturunan Tionghoa dengan etnis Bali sejak masa lampau (masa Bali Kuna) sampai sekarang dan juga tidak bisa lepas dari adanya peran penting dari saudagar Tiongkok di masa lampau dalam turut membangun perekonomian Bali.

Menurut Cok Ace, pihaknya mengangkat event monumental dengan tajuk Festival Balingkang Kintamani 2019, sebagai bagian upaya memulihkan kunjungan wisatawan Tiongkok yang sempat anjlok. Momentumnya diambil dalam rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek 2570.

Balingkang diambil karena konteksnya menjadi pas jika bicara soal akulturasi budaya Tiongkok. Pura Dalem Balingkang dulunya merupakan istana Kerajaan Bali Dwipa di masa pemerintahan Raja Sri Haji Jayapangus, dengan istrinya asal Tiongkok, Kang Cing Wie. Selain itu di Pura Dalem Balingkang inilah tempat keberadaan Palinggih Ratu Ayu Subandar, yang merupakan stana dari Ratu Kang Cing Wie, seperti dinyatakan mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.

Di sisi lain, Ketua BTB IB Agung Parta Adnyana mengatakan pasca anjloknya kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali, berbagai upaya dilakukan sebagai upaya pemulihan, disamping Festival Balingkang Kintamani 2019. Selanjutnya, akan digelar kegiatan pariwisata lainnya di Kintamani, seperti Festival Anjing Kintamani, Festival Perahu Naga di Danau Batur, hingga Festival Toya Bungkah di tepi Danau Batur. Acara ini disebut-sebut mampu menggairahkan kembali kunjungan wisatawan Tiongkok yang sempat lesu beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), I Wayan Adnyana menjelaskan, digelarnya Festival Balingkang Kintamani, juga menjadi angin segar bagi pariwisata Kintamani. Pasalnya selama ini Kintamani hanya dikenal sebagai objek wisata yang menyuguhkan keindahan alam, seperti gunung dan danau Batur. Padahal menurutnya, masih banyak potensi yang bisa digali dari pariwisata Kintamani, terutama terkait sejarah, budaya, hingga spiritualnya.

Kintamani sebagai tempat penyelenggaraan festival karena memiliki peninggalan sejarah integrasi antara Bali dengan Tiongkok, terdapat palinggih Ratu Ngurah Subandar dan terdapat pula tempat pemujaan Dewi Kwan Im.

Secara konsepsional pariwisata budaya diharapkan menciptakan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara penyelenggaraan pariwisata dan kebudayaan Bali. Selain itu, mutu objek dan daya tarik wisata diharapkan dapat meningkat dan tetap lestari, serta mampu mempertahankan norma, nilai kebudayaan, agama dan menghindari pengaruh negatif pariwisata.

Konsep ini selaras dengan paradigma baru yaitu pariwisata yang berkelanjutan yang berbasis masyarakat dan senantiasa memelihara mutu dan kelanjutan sumber daya alam, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan terwujudnya keseimbangan antara sumbar daya alam dan budaya, kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan (Ardika, 2002: 1).

Potensi wisatawan dari Tiongkok yang besar ini patut dipikirkan agar tetap tinggi berminat berkunjung ke Bali dengan memperkenalkan daya tarik khusus Pura Dalem Balingkang yang dapat memperkuat diplomasi budaya secara langsung dan tak langsung antar dua negara Tiongkok dan Indonesia. Berdasarkan data sejarah yang ada maka potensi besar sebagai daya tarik utama wisatawan Tiongkok untuk lebih berminat lagi berkunjung ke Bali adalah dengan memperkenalkan keberadaan Pura Dalem Balingkang sebagai salah satu daya tarik wisata yang juga telah menjadi tonggak sejarah dari pusat pertemuan antar budaya dalam membangun asimilasi dan toleransi sampai terwujudnya integrasi kebudayaan yang telah melahirkan berbagai produk budaya baru yang adiluhung di Bali. Demikian pula dengan Festival Balingkang sebaiknya langsung dilaksanakan di objek tersebut, agar lebih langsung menyentuh hati dan rasa wisatawan Tionghoa. 

Untuk itu perlu segera dilakukan berbagai pembenahan yang dianggap perlu di PDB untuk kesiapan dan persiapan pelaksanaan Festival Balingkang berikutnya di sana.

Keberadaan unsur budaya Tionghoa di Bali ini sejak lampau telah terbukti mampu memperkuat dan memperkaya khazanah budaya Bali dari berbagai bidang kehidupan. Dari segi botani adanya tanaman yang dulu di bawa dari Tiongkok dan bisa dikembangkan di Bali seperti leci, berambang putih, dan berbagai sayur. Dari zoologi dibawanya binatang anjing Tiongkok yang kini menjadi ras anjing Kintamani. 

Dari segi ekonomi dibawanya kepeng sebagai alat tukar perdagangan sejak lampau, dan kini lebih menonjol sebagai sarana budaya Hindu di Bali dan berbagai seni religius seperti cili (simbol Bhatara Sri Sedana atau Dewa Kekayaan) atau tamiang (hiasan gantungan berbentuk cakra alat pertahanan), lamak (hiasan gantungan berbentuk segi empat memanjang berisi bentuk-bentuk bintang, bulan dan matahari serta tanaman), salang (gantungan bulat di kolong atus listplank atap bangunan suci), patung seni uang kepeng komersial dalam berbagai bentuk yang banyak dijual di artshop-artshop, dan lain sebagainya.

Juga kedatangan orang Tionghoa menyebabkan diperkenalkannya sistem pengelolaan perdagangan antar pulau oleh syahbandar atau Subandar. Dalam bidang arsitektur dikenalnya ornamen Patra Cina, ornamen porselin Tiongkok yang digubah apik dengan berbagai ornamen Bali dalam berbagai bentuk bangunan tradisional Bali, dan bangunan jenis pagoda yang terkait dengan bentuk tingkatan candi/prasada dan meru di Bali. Dalam seni tari melahirkan tari baris cina, tari barong ket, barong bangkal, barong macan, barong landung, dan jenis barong lainnya yang terkait dengan barong sai dan liong Tiongkok. 

Dalam seni sastra dan pertunjukan melahirkan seni drama berlakon Sampik Ing Thai dan Dalem Balingkang - Kang Cing Wie. Berbagai kekayaan budaya ini akan menjadi kompak bila dapat ditampilkan dalam Festival Balingkang. Karena itu dibutuhkan berbagai fasilitas dan program wisata yang dapat mendukung keberadaan Pura Dalem Balingkang sebagai daya tarik utama pariwisata Bali- Tionghoa. Keberadaan Pura Dalem Balingkang yang sejak lama telah menjadi pusat asimilasi dalam membangun toleransi dan integarai budaya antara Tiongkok dan Bali atau Indonesia umumnya harus dapat dibangkitkan kembali melalui pariwisata budaya yang berkelanjutan. [Prof. Anastasia Sulistyawati/ bersambung]

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami