search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
"Caru" Identik Menjaga Kesuburan Tanah dalam Konsep Pertanian Berkelanjutan
Jumat, 17 Juli 2020, 10:55 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Upacara caru atau "Mecaru" dalam masyarakat Hindu Bali secara universal lebih ditujukan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam. Bila ditinjau dari konsep ilmiah pertanian berkelanjutan, mecaru merupakan upaya memupuk dalam upaya menjaga keseimbangan unsur hara dan kesuburan tanah secara fisik, kimia dan biologi. 

 

[pilihan-redaksi]
“Dalam banten caru semuanya ada, protein, unsur hara, karbon yang apabila ditanam bermanfaat bagi tanah dan lingkungan sekitarnya. Selain sebagai sumber unsur hara juga sebagai sumber energi bagi makroorganisme dan mikroorganisme tanah,” kata Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Kartini, MS saat ditemui di Kampus Bukit Jimbaran pada Kamis (16/7).

 

Menurut perempuan yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas pertanian Unud tersebut, sejak dulu para leluhur telah mengajarkan untuk menanam banten caru agar memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Kenyataanya sekarang sering ditemui usai pelaksanaan pecaruan, banten caru dibuang ke sungai atau TPA.

 

Kartini yang juga merupakan pendiri Yayasan Bali Organic Association (BOA) mengungkapkan apabila dipelajari lebih cermat dalam banten caru terdapat penggunaan arak, berem atau tuak. Bahan-bahan tersebut secara ilmiah dapat diterjemahkan sebagai aktivator untuk mempercepat dekomposisi bahan organik.

 

“Penambahan aktivator kan untuk meningkatkan jumlah organisme dan populasi organisme dalam pengomposan. Kalau tidak ada arak atau tuak para tetua dulu menyarankan memakai air gula. Jadi dari dulu kita sudah diajarkan untuk menanam caru, bukan membuang ke TPA yang justru akan menimbulkan masalah,” ujar Kartini.  

 

Kartini menegaskan bahwa caru Ibarat memberi hadiah atau mempersembahkan buat tanah demi kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia kedepan. Dalam perkembanganya saat ini agar kebiasaan menanam caru juga diikuti dengan kebiasaan untuk menghindari penggunaan pembungkus plastik dalam membuat banten caru, karena perlu waktu panjang untuk mengurai bahan plastik.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami