search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Bisa Baca dan Tulis 30 Aksara Kuno, Pria Ini Sempat Temukan Naskah Aksara Bali yang Sakral
Kamis, 18 Maret 2021, 17:40 WITA Follow
image

bbn/net

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Di tengah peradaban modern, seorang pria berusia 30 tahun dengan latar belakang pendidikan jurusan manajemen informatika menjadi aktif terlibat dalam pelestarian aksara Indonesia yang berusia sekitar 500 tahun.

Meski pendidikan pria bernama Diaz Nawaksara ini terkesan modern dengan fokus pada penyimpanan data melalui metode komputasi pekerjaannya saat ini melibatkan suatu hal yang sangat kuno.

"Saya memulai tahun 2012 dengan mempelajari aksara Jawa terlebih dahulu," kenang Diaz.

Sekarang, ia dapat membaca dan menulis lebih dari 30 aksara Indonesia kuno, serta fasih memahami sekitar setengah dari bahasa yang terkait dengan tulisan-tulisan tersebut.

Ini adalah kemampuan yang langka mengingat kebanyakan orang Indonesia hanya bisa membaca satu atau dua aksara.

Sebagian besar orang Indonesia bisa membaca huruf Latin, aksara yang digunakan untuk bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Selain itu, ada orang Indonesia yang juga mengetahui tulisan Arab karena membaca Al-Qur'an dan ada juga yang bisa membaca huruf Mandarin. Diaz mengatakan secara umum mempelajari aksara Indonesia kuno cukup mudah.

"Transformasi suatu naskah dari masa ke masa masih bisa dilacak. Mungkin masalahnya lebih pada pemahaman bahasa dan maknanya, karena sebagian besar bahasa dalam manuskrip jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.

"Penguasaan kosakata menentukan kefasihan dalam membaca naskah kuno, terlepas dari jenis naskahnya," katanya dikutip dari Channelnewsasia.com.

Walau sebelumnya pernah menjadi guru bahasa Inggris dan seorang pemandu wisata, dewasa ini dia bekerja sebagai peneliti lepas yang fokus pada pelestarian naskah kuno Indonesia serta sejarah.

Diaz lahir dan besar di Bandung, Jawa Barat dan orang tuanya adalah etnis Sunda. Usahanya untuk membaca dan menulis aksara Jawa berawal secara tidak sengaja.

Sejak remaja, dia sudah tertarik pada barang antik. Ketika di sekolah menengah pertama, dia mengumpulkan barang-barang yang berasal dari zaman sebelum kemerdekaan Indonesia seperti radio tua, gramofon, dan keris.

Setelah menyelesaikan kuliah, ia pindah ke Yogyakarta untuk bekerja sebagai pemandu wisata dan guru bahasa Inggris. Suatu hari, dia pergi ke pasar loak dan menemukan manuskrip Jawa dijual di sana.

Ia tergelitik untuk mengetahui lebih lanjut dan memutuskan untuk membelinya meski tidak bisa membaca aksara Jawa.

Ternyata, itu adalah manuskrip undang-undang kuno kesultanan Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda yang dikenal dengan sebutan "rijksblad".

Kebetulan pacarnya adalah orang Jawa dan bisa membaca manuskripnya. Ia pun mengajari Diaz cara membacanya.

"Untungnya, saya juga hobi belajar bahasa sehingga saya bisa mempelajarinya dengan intens dan fokus. Setelah sebulan, saya mulai bisa menulis. Dan setelah dua, tiga bulan saya bisa membacanya dengan lancar," kata Diaz.

Hal tersebut menandai awal dari pencariannya untuk menemukan manuskrip lain dan mempelajari beragam aksara Indonesia kuno.

"Sejak itu, saya mulai mengoleksi lebih banyak lagi buku-buku Jawa kuno. Setahun kemudian, saya menemukan naskah yang lebih tua yang mengandung aksara Kawi," katanya.

Kawi dianggap sebagai nenek moyang aksara Jawa dan diyakini terkait dengan aksara India yang berkembang pada sekitar abad ke-8 hingga ke-16. Untuk menambah pemahamannya, Diaz mengunjungi berbagai candi dan museum yang memamerkan aksara tersebut.

Diaz telah berkeliling tanah air untuk menemukan pelbagai manuskrip kuno dan mempelajari naskah-naskah tersebut. Setelah menemukan manuskrip kuno, dia sering membelinya untuk dipelajari secara mendalam.

Karena para penjual bisa mematok harga sangat mahal - bahkan hingga Rp500 juta - dia terkadang menawar dan meminta kepada penjual untuk diperbolehkan menulis ulang naskah dengan harga yang lebih murah. Ia tidak pernah membayar lebih dari Rp5 juta untuk sebuah naskah.

Dalam pencariannya, dia pernah menemukan naskah yang menggunakan aksara Bali yang diyakini sakral dan memiliki nilai spiritual yang tinggi. Ia mengatakan kebolehannya membaca aksara kuno membantunya untuk memahami sejarah dengan lebih baik.

Terdapat lebih dari 600 suku bangsa di ibu pertiwi. Seseorang yang mengetahui beberapa aksara kuno dapat memahami dengan lebih baik hubungan antara berbagai etnis Nusantara, dan bahkan di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, kata Diaz.

Ia juga senang mengetahui hal-hal baru dan memberikan jawaban atas pertanyaan orang-orang yang sering ditemukannya dengan membaca naskah kuno. Namun lebih dari semua itu, dia meyakini pentingnya untuk mengetahui aksara Indonesia kuno dan melestarikannya karena itu mencerminkan jati diri bangsa.

"Banyak orang tidak mengetahui nenek moyang mereka dan apa keahlian mereka. Mereka tidak tahu karena tidak bisa membaca sumbernya.

"Ketika mereka dapat membaca manuskrip, itu berarti mereka mengetahui lebih banyak detail tentang leluhur mereka," katanya.

Terinspirasi oleh Soekarno, presiden pertama dan bapak pendiri Indonesia yang pernah mengatakan hal serupa, Diaz berkata: "Ketika menjadi Muslim, jangan menjadi orang Arab, dan ketika menjadi Hindu, jangan menjadi orang India, ketika menjadi Kristen, jangan menjadi orang Barat."

Lanjut Diaz: "Ini semua tentang identitas. Saat ini, ada orang beragama tersesat karena mereka tidak tahu identitas mereka."

Hal ini juga menjadi alasannya ingin mengupayakan digitalisasi aksara kuno agar tidak lekang ditelan zaman.

Pengetahuan manajemen informasi yang diperolehnya selama kuliah membantunya dalam hal ini. Cita-citanya adalah agar aksara-aksara Indonesia kuno tersedia dalam penggunaan papan ketik komputer dan situs web untuk khalayak umum.

Bagi mereka yang ingin mempelajari aksara kuno, dia menyarankan bergabung dengan komunitas untuk mempermudah prosesnya. Diaz juga berharap agar pemerintah lebih terlibat dalam pelestarian aksara Indonesia kuno.

"Sebisa mungkin, secepatnya, pemerintah harus mengeluarkan undang-undang atau keputusan presiden bahwa aksara-aksara tersebut milik Indonesia.

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami