search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Nikah dengan Keris, PHDI Denpasar: Bukan Solusi Terakhir
Kamis, 20 Januari 2022, 09:40 WITA Follow
image

beritabali/ist/Nikah dengan Keris, PHDI Denpasar: Bukan Solusi Terakhir.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Fenomena seorang perempuan muda yang menikah dengan keris viral di sosial media. Peristiwa ini menguras emosi para netizen. Sebagian dari mereka memberi dukungan kepada perempuan tersebut, secara moral. 

Terkait fenomena itu Ketua PHDI kota Denpasar Nyoman Kenak, turut menyayangkan peristiwa itu terjadi. Praktisi keagamaan ini menilai menikah dengan keras bukan solusi terakhir untuk menuntaskan persoalan pernikahan.

"Walaupun itu bisa dibenarkan oleh undang-undang nasional terkait pengasuhan anak, tapi dari sudut pandang agama Hindu yakni perkawinan itu dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing," ujarnya.

Dia menegaskan sepasang suami istri harus memiliki satu keyakinan saja. Bagi mereka yang berkeyakinan beda, maka untuk masuk Hindu dilakukan proses Sudiwedani yang merupakan janji suci untuk memeluk agama Hindu.

Kondisi ini tidak lepas dari pemahaman tentang seksual di kalangan remaja. Maka menurutnya sangat penting mengenal edukasi seksual sejak dini, sehingga dapat mencegah peristiwa serupa terulang kembali.

"Kita harus kembali ke belakang mengingat kembali apa makna dari menikah itu sendiri kepada kaula muda. Artinya komunikasi kita dengan generasi muda ini kurang intens. Maka pendidikan seksual masih kurang karena dianggap tabu," tuturnya saat diwawancarai Rabu (19/1/2022) di kantornya.

Dalam edukasi tersebut, menurutnya penting memberi apresiasi terhadap kawula muda yang menaati tahapan pranikah itu. Sementara dari kacamata Hindu, menikah adalah Dharma Sampati, yang juga memiliki makna bahwa kebenaran itu harus dilaksanakan. 

Dalam hal ini, perkawinan harus sesuai aturan sehingga sah dalam hal agama dan tercatat dinas pemerintah. Perkawinan juga bertujuan meneruskan keturunan, sehingga ini yang menurutnya penting diketahui generasi muda. 

"Dalam Agastya Parwa terdapat simbol dari persatuan antara keluarga purusa dan perdana menuju jenjang yang lebih baik," ungkapnya.

Menurutnya tidak sebanding seorang manusia dinikahkan dengan sebuah keris yang merupakan benda mati, sehingga menurutnya kebijakan ini kontraproduktif.

Reporter: bbn/dps



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami