Praktisi Hukum di Buleleng Soroti Peran Justice Collaborator
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Viralnya kasus kematian brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, menjadi perhatian publik. Terlebih dengan diterimanya permohonan Barada E selaku tersangka sebagai Justice Collaborator dalam kasus tersebut, kini menjadi topik pembahasan dari para praktisi dan akademisi Hukum di wilayah Buleleng.
Menyikapi hal itu, LSM KoMPaK bekerjasama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja, Selasa 16 Agustus 2022 dalam rangka menyambut HUT RI ke-77, menggelar Diskusi Hukum dengan tema yakni 'Peran Justice Collaborator Dalam Mengungkap Kasus-Kasus Tindak Pidana di Indonesia'.
Hadir dalam kesempatan sebagai narasumber Dekan FH Unipas, Dr. I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H selaku akademisi Hukum, lalu dari praktisi Hukum yakni I Nyoman Sunarta selaku Advokat dan KBO Satreskrim Polres Buleleng, Ipda Made Anayasa. Diskusi hukum ini juga diikuti sejumlah mahasiswa FH Unipas Singaraja, Undiksha dn STAH M Kuturan, bertempat di Auditorium Unipas.
Dekan FH Unipas, Nyoman Gede Remaja mengatakan, Justice Collaborator adalah suatu istilah dalam pengungkapan suatu tindak kejahatan yang dilakukan. Istilah ini menjadi tren di Indonesia dalam kasus kejahatan yang terkategori exra ordinary crime.
"Justice Collaborator, seseorang berstatus pelaku atau bagian dari pelaku dan bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membuka tabir suatu kejahatan yang bersifat serius yang dilakukan terorganisir," kata Remaja.
Beberapa pengalaman di banyak negara, peran Justice Collaborator sangat efektif untuk mengungkap kejahatan-kejahatan serius, yang memberikan dampak yang luar biasa kepada keadilan masyarakat.
"Pengaturan Justice Collaborator di Indonesia dapat ditemukan dalam beberapa peraturan, terutama UU mengatur tentang perlindungan saksi dan korban dan juga dalam SEMA nomor 4 tahun 2011," ujar Remaja.
Sementara narasumber yang juga pembina LSM KoMPaK dan Advokat senior, Nyoman Sunarta menjelaskan, justice Collaborator ini baru tersirat belum tersurat. Dan selama ini masih berlangsung di tingkat pusat. Sedangkan untuk di wilayah hukum Polres Buleleng, sampai saat ini belum ada pelaku tindak pidana yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator.
"Ini menjadi catatan bersama. Ya saya rasa ini kekurang pahaman pelaku atau pendamping pelaku kasus pidana. Disini peran advokat yang menjadi pendamping pelaku, meyakinkan pelaku menjadi Justice Collaborator. Untuk menjadi Justice Collaborator harus inisiatif pelaku mengajukan ke LPSK, jika LPSK mengabulkan, harus mengungkap siapa pelaku utama. Reward yang diberikan itu bisa pengurangan hukuman minimal," jelas Sunarta.
Baca juga:
LPSK Dukung Anas Jadi Justice Collaborator
Ketua LSM KoMPaK, I Nyoman Angga Saputra Tusan mengakui, diskusi hukum ini dilakukan untuk memberikan pemahaman peran Justice Collaborator dalam rangka pengungkapan kasus kejahatan yang terkategori exra ordinary crime.
"Ambil contoh kasus Barada E yang menjadi salah satu pelaku dalam kasus tersebut, membuka siapa pelaku utama dan motif daru pembunuhan Brigadir J, sehingga kasus ini terang dan jelas," pungkas Angga Tusan.
Editor: Robby
Reporter: bbn/bul