Ekonomi Dunia Lagi Kacau, di RI Mulai Ada Gelombang PHK
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Ancaman badai PHK di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda. Setidaknya, begitu menurut pengusaha.
Pasalnya, saat ini sektor usaha tengah menghadapi efek domino lonjakan harga-harga yang menaikkan beban biaya perusahaan. Akibatnya, perusahaan melakukan efisiensi biaya, termasuk dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
PHK tidak hanya terjadi di sektor manufaktur, tapi juga jasa.
"Selama 2 tahun kita tiarap, tidur nyenyak. Sekarang, pandemi hampir berakhir, sudah mulai recovery. Tapi, harus menghadapi tantangan lagi. Ada badai BBM. Ini menjadi faktor yang bisa mengganjal produktivitas," kata Nurjaman.
Kondisi itu, kata dia, tak hanya terjadi di Jakarta atau di perusahaan manufaktur. Tapi juga sektor lain.
"Kelangsungan produksi dihadapkan biaya tinggi lagi. Harga bahan baku akan naik, bahan penolong naik, juga bahan lainnya," tambah dia.
Kenaikan biaya-biaya produksi, ujar Nurjaman, akan menggerus pendapatan. Di saat bersamaan, kenaikan harga baku akan memicu kenaikan harga jual.
"BBM naik, harga jual naik. Mau nggak mau ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Yang akan mengurangi pembelian. Akibatnya, stok barang akan tinggi," kata dia.
Jika stok barang masih banyak, akan menahan laju produksi perusahaan.
"Akibatnya, mau nggak mau terjadi efisiensi, pengurangan karyawan. Siklusnya seperti itu," kata Nurjaman.
Terpisah, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Sekjen Opsi) Timboel Siregar membenarkan adanya PHK yang terjadi di perusahan dalam negeri. Meski, ujar dia, dari laporan yang masuk, belum ada PHK yang terjadi karena alasan kenaikan harga BBM.
"Kalau laporan karena naiknya BBM belum ada, tapi kalau alasan lain ada," kata Timboel.
PHK Pabrik Motor
Sebelumnya, mencuat kabar tak mengenakkan dari industri sepeda motor roda tiga, PT Nozomi Otomotif Indonesia. Kabar tersebut berawal dari aksi demo yang dilakukan puluhan orang buruh di depan kantor pusat Nozomi di Jakarta Pusat pada Selasa (26/9/2022).
Menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz, aksi unjuk rasa ini dilakukan untuk menuntut agar 35 orang buruh PT Nozomi Otomotif Indonesia yang berlokasi di Subang, Jawa Barat, dipekerjakan kembali karena kena PHK.
"Kami melakukan aksi karena di sini merupakan lokasi dari kantor pusat PT Nozomi Otomotif Indonesia. Tuntutannya adalah meminta agar ke-35 orang buruh yang di-PHK dipekerjakan kembali," ujar Riden
PHK Startup
Gelombang PHK di bisnis startup, baik global maupun Indonesia, mulai ramai muncul sejak pertengahan tahun ini. Sebut saja, Zenius dan Shopee yang juga ikut melakukan PHK.
Mengutip situs Trueup, Jumat (7/10/2022), PHK di kalangan startup, unicorn, dan perusahaan teknologi tercatat ada 904 kasus yang berdampak pada 126.403 orang.
Salah satu startup yang baru melakukan PHK adalah Xendit, yang berbasis di Indonesia. Per 5 Oktober 2022, dilaporkan ada 45 orang yang terkena PHK akibat ketidakpastian global.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan, secara makro, saat ini bisnis startup di Indonesia masih dalam tren bertumbuh. Hanya saja, lanjut dia, perlu dilakukan rasionalisasi bisnis untuk market yang lebih panjang.
"Ini lebih kepada untuk melewati sustain sampai nanti bisa optimal ke depannya," kata Bima.
Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan hal senada.
"Kondisi saat ini sebagai pendewasaan ekosistem startup Indonesia. Kita masih realtif muda, beridir tahun 2020-2021. Kita sudah mengalami pandemi, dan menjelang resesi. Bahkan Prsiden bilang tahun depan berat dan ada istilah 'winter is here'. Cuma, seberapa dingin winter ini," kata Eddi.
"Menurut saya, yang dilakukan Xendit atau Tokokripto memang nggak disukai. Tapi, daripada tutup. Sebagai investor, kami mengapresiasi yang berani ambil keputusan sulit, yaitu efisiensi. Bisa pengurangan produk, penundaan fitur atau ekspansi, dan PHK. Semau efisiensi memang nggak disukai, tapi daripada tutup," tambah Eddi.
Tuntutan Teknologi
Sementara itu, anggota Komite Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Achmad Widjaja mengatakan, tren PHK yang terjadi saat ini sebenarnya lebih dipicu perkembangan teknologi.
"PHK terjadi karena perkembangan teknologi, makanya tenaga kerjanya dikurango. Mau nggak mau harus kurangi orang, kalau teknologi kan nggak bisa dipotong. Contohnya ya teller bank. Jadi, lebih karena tuntutan teknologi," kata Achmad Wijaja.
Meski, dia menambahkan, gangguan ekspor juga bisa memicu PHK di dalam negeri.
"Ada kendala-kendala ekspor seperti kebijakan go green, penggunaan solar, jadi terbentur. Ini yang harus jadi perhatian, seperti untuk sektor tekstil dan produk tekstil. Kebijakan ekspor yang menghambat akan memicu pengurangan orang di pabrik," kata Achmad Widjaja.(sumber: cnbcindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net