search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Baru Sehari Jadi PM Inggris, Rishi Sunak Beri 'Ramalan' Ngeri
Kamis, 27 Oktober 2022, 06:34 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Baru Sehari Jadi PM Inggris, Rishi Sunak Beri 'Ramalan' Ngeri

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Rushi Sunak memperingatkan jika krisis ekonomi akan berdampak buruk dan makin dalam bagi Inggris. Hal ini disampaikan Sunak pada hari pertamanya menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) baru Inggris.

"Saat ini negara kita sedang menghadapi krisis ekonomi yang mendalam," kata Sunak di luar Downing Street No.10, dikutip The Sydney Morning Herald, Rabu (26/10/2022).

"Bencana Covid masih ada. Perang Putin di Ukraina telah mengacaukan pasar energi dan rantai pasokan di seluruh dunia," tambahnya. "Ini berarti keputusan sulit akan datang."

Sebelumnya, Sunak telah menyebut isu perekonomian akan menjadi prioritas utama dalam kepemimpinannya setelah negara itu mengalami inflasi di atas 10 persen.

"Prioritas utama adalah untuk menyatukan partai kita dan negara kita dalam menghadapi tantangan ekonomi yang mendalam," terangnya pada Senin lalu.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sebelumnya memperkirakan ekonomi Inggris akan berkinerja lebih buruk tahun depan, yakni pertumbuhan PDB 0 persen, daripada negara maju lainnya kecuali Rusia yang terkena sanksi.

Dalam pandangannya, inflasi yang tinggi akan terus menekan pendapatan rumah tangga sementara pemerintah menaikkan pajak dan Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga.

Hasilnya akan menjadi iklim ekonomi yang benar-benar suram. Pengeluaran domestik terbebani oleh penurunan pendapatan riil, lingkungan ekspor sulit dan investasi bisnis mengering karena perusahaan semakin berhati-hati tentang prospek, menurut OECD.

Produktivitas yang buruk telah menjadi faktor utama di balik terbatasnya pertumbuhan produk domestik bruto, ukuran kuantitas barang dan jasa yang diproduksi, dan rata-rata upah riil yang tidak merata di Inggris.

Meski begitu, Inggris bukan satu-satunya negara yang menghadapi perlambatan pertumbuhan produktivitas, tetapi rekor Inggris adalah salah satu yang terendah di G20. Semua tertutup oleh fakta bahwa pengangguran terus menurun dan lapangan kerja meningkat.

Pengangguran menurun dari hampir 8,5 persen pada 2011 menjadi hanya 3,9 persen menjelang pandemi Covid pada 2020.

Mengesampingkan masalah jangka pendek, ada banyak kekhawatiran jangka panjang tentang ekonomi, mulai dari biaya Brexit, kurangnya tenaga kerja terampil, dan kurangnya investasi di infrastruktur sektor publik dan investasi bisnis, yang akan memungkinkan peningkatan dalam daya saing dan produktivitas Inggris.

Perusahaan-perusahaan yang mengekspor ke Eropa kini dihadapkan pada peningkatan peraturan, formulir bea cukai, dan biaya untuk menjual barang di UE.

Kantor Tanggung Jawab Anggaran mengklaim bahwa efek dari Brexit akan memotong PDB sebesar 4 persen - hingga 100 miliar poundsterling dalam output yang hilang dan 40 miliar poundsterling lebih sedikit pendapatan ke Departemen Keuangan.(sumber: cnbcindonesia.com)
 

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami