Turki Bantah Akan Hengkang dari NATO: Tak Masuk Akal
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Partai berkuasa tempat Presiden Recep Tayyip Erdogan bernaung membantah pernyataan seorang politikus yang menyebut Turki akan keluar dari NATO dalam kurun enam bulan mendatang.
Juru bicara Partai Pembangunan dan Keadilan (Justice and Development Party/AKP), Omar Celik, melontarkan pernyataan ini untuk membantah pernyataan Wakil Ketua Partai Tanah Air Turki, Ethem Sancak.
Celik menyatakan bahwa isu-isu semacam ini memang kerap dijadikan alat kampanye oleh partai-partai di Turki menjelang pemilihan umum.
"Selalu ada hal semacam ini tiap pemilu. Hal-hal itu tak perlu dikhawatirkan. Mereka yang menyerukan menghentikan keanggotaan Turki dari NATO bicara tak masuk akal," ujar Celik kepada CNN Turki, seperti dikutip TASS.
Ia kemudian berkata, "Kita merupakan salah satu negara pendiri NATO. Mereka tak berhak untuk mengatakan hal semacam itu. Yang mereka katakan akan menjadi kemewahan untuk NATO."
Partai Tanah Air memang meluncurkan kampanye bertajuk "Mari Tinggalkan NATO" pada 19 Januari lalu untuk mendesak pemerintahan Erdogan agar Turki hengkang dari aliansi pertahanan itu.
Guna mendukung kampanye itu, mereka berencana menyediakan meja-meja untuk menghimpun tanda tangan petisi penolakan NATO. Meja-meja itu akan diletakkan di berbagai tempat umum di berbagai penjuru Turki.
Lebih jauh, mereka juga merencanakan aksi demonstrasi menentang keberadaan pangkalan-pangkalan NATO di Turki.
Ketua Partai Tanah Air, Dogu Perincek, mengatakan bahwa "NATO yang kuat berarti ancaman yang kuat pula untuk Turki."
Kembali menggaungkan pesan Perincek, Ethem Sancak pun mengatakan bahwa Turki dapat keluar dari NATO dalam kurun lima hingga enam bulan ke depan.
Sancak kemudian memaparkan beberapa alasan Turki harus keluar dari NATO, salah satunya hubungan dengan sejumlah negara Eropa yang memburuk.
Selain itu, Sancak juga menuding NATO sempat berupaya membuat Turki terperangkap dalam peperangan di Timur Tengah, merujuk pada konflik di Suriah.
Menurutnya, jajak pendapat juga menunjukkan setidaknya 80 persen populasi Turki meyakini "Amerika Serikat merupakan negara yang menerapkan kebijakan paling bermusuhan dan menghancurkan" terhadap negaranya.
Ia juga mengklaim survei itu memperlihatkan kecenderungan warga Turki yang mulai condong ke arah Rusia dan Presiden Vladimir Putin.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net