search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Misteri Kutukan Pulau Ular di Bima Nusa Tenggara Barat
Rabu, 15 Februari 2023, 21:31 WITA Follow
image

beritabali/ist/Misteri Kutukan Pulau Ular di Bima Nusa Tenggara Barat.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NTB.

Ada pulau indah di perairan Pulau Sumbawa. Konon pulau tersebut dihuni oleh ratusan bahkan ribuan ular. Menariknya lagi, ada banyak misteri dan mitos yang beredar di pulau ular. Benarkah ular ini aman dan tidak mengancam manusia? Dan benarkan ular-ular ini sebenarnya adalah manusia yang dikutuk? 

Misteri kutukan ular di Kabupaten Bima Nusa Tenggara barat tepatnya di Desa Pai, Kecamatan Wera. Pulau ular ini terletak di tengah-tengah lautan tepatnya di perairan Sumbawa. 

Pulau ini terkenal karena memiliki ratusan bahkan ribuan ular yang tinggal di dalamnya, tetapi menurut para warga sekitar ular-ular yang ada di pulau ini tidak berbisa. Jenis ular yang terdapat di pulau ular ini adalah ular laut, ular ini memiliki tubuh yang berwarna hitam putih dengan motif belang-belang. 

Ular laut yang terdapat di pulau ular ini menurut beberapa ahli merupakan ular yang memiliki bisa yang tinggi bahkan lebih berbahaya daripada ular cobra. Tetapi pada kenyataannya ular-ular yang terdapat pada pulau ini terkenal jinak dan jarang menggigit para pengunjung, bahkan warga sekitar pun menganggap ular ini tidak memiliki bisa.

Ular di pulau ini mencari makanan di dalam laut dan beristirahat di atas pulau, tepatnya di antara celah-celah bebatuan. Bahkan, ada pula yang bergelantungan pada tebing terjal. 

Masyarakat sekitar mempercayai adanya sebuah kutukan terhadap pulau ini yang membuat ular-ular di pulau ini tidak berbisa. Bagaimana pun juga, mendengar kata ular, pasti membuat sebagian orang takut. 

Begitu menginjakkan kaki di pulau ular, rasa deg-degan menghinggapi. Namun bagi warga lokal percaya, kalau ular-ular di pulau ini tidak berbahaya. 

Sahid, penjaga pulau ini mengatakan ular-ular di pulau ular Bima ini tidaklah berbisa. Lebih unik lagi, ribuan ular penghuni pulau ini ada dalam satu jenis. 

"Tidak apa-apa, tidak menggigit, tidak berbisa dia," ungkap Sahid, meyakinkan kalau ular-ular itu tidak berbahaya. 

Persepsi bahwa ular laut sangat berbisa dan mematikan, ternyata sangatlah berbeda. Namun apakah benar ular-ular di pulau ular ini benar-benar tidak berbisa?

Mitos Pulau Ular

Dari mitos yang beredar di masyarakat setempat, bahwa pulau ular ini dulu nya adalah sebuah kapal yang kandas. Ternyata ada hubungannya, mengapa warga lokal di Bima menganggap ular di sini tidak berbisa. Karena ternyata pulau ular dan semua ular yang ada di dalamnya adalah sebuah kapal dan armada laut yang dikutuk. 

"Dari cerita orang-orang tua, kalau pada dasarnya pulau ular ini adalah kapal yang kandas, dan itu ada tali jangkar nya. Yang dari timur ke barat itu tali jangkar kapal yang jadi batu. Dan dua pohon yang ada di atas pulau, itu tiang kapalnya," ungkap sejarawan Bima, Fahrurizki. 

Menurut Fahrurizki bahwa pulau ular itu adalah kapal Portugis yang melakukan transaksi dagang dan kandas di Desa Pai, Kecamatan Wera Kabupaten Bima. 

"Menurut kisah dan dipercaya oleh warga setempat, bahwa pulau ular ini pulau kutukan. Berawal dari kapal Portugis yang bertransaksi dagang di sekitar pulau Wera Bima ini," terang sejarawan Bima ini. 

Karena transaksi dagang yang tidak jujur, terjadi perlawanan dari suku-suku di Bima. 

"Dan dari kutukan suku-suku warga setempat, akhirnya kapal itu kandas dan menjadi batu atau pulau. Dua pohon di atas pulau itu adalah tiang kapal, dan ular-ular itu diyakini adalah para pelaut-pelaut Portugis".

Sejarah Pulau Ular

Ternyata terdapat sejarah yang sangat unik dibalik terbentuknya pulau ular ini. Pada zaman raja Indra Kumala sempat terjadi peperangan antara kerajaan Bima dan kerajaan Flores. Diketahui pada peperangan tersebut kerajaan Bima berhasil menguasai kerajaan Flores yang mengakibatkan seluruh wilayah dan peraturan kerajaan Flores pun dipegang penuh oleh kerajaan Bima.

Setelah bertahun-tahun berada di bawah kekuasaan Bima akhirnya kerajaan Flores mulai menyusun strategi untuk mengambil lagi hak serta kekuasaannya dari kerajaan Bima. Untuk melancarkan rencananya itu pun kerajaan Flores meminta bantuan dari pihak Belanda dan Portugis. 

Tetapi semua bantuan itu tidak dibayar percuma begitu saja. Kerajaan Flores harus membayar upeti sebagai tanda terima kasih kepada pihak Belanda. Tetapi semua rencana yang telah disusun oleh kerajaan Flores bocor karena adanya mata-mata yang dikirimkan dari kerajaan Bima.

Tak tinggal diam kerajaan Bima pun mulai menyiapkan pasukan untuk jaga-jaga jika suatu saat terdapat serangan dari kerajaan Flores. Ketika pasukan dari kerajaan Flores sampai di wilayah Bima, pasukan Bima pun langsung menghadang musuh yang ingin melakukan serangan. Serangan tersebut terjadi di wilayah timur Bima, tepatnya di wilayah Wera dan Sape.

Akhirnya terjadilah peperangan yang sangat besar, pada peperangan ini pasukan Bima lah yang dapat menaklukan musuhnya yaitu pasukan Flores. Karena kemenangannya ini pasukan Bima pun menggiring musuhnya untuk pergi ke sebuah pulau yang bernama Giling Bantai atau yang biasa disebut Gili Banta, pasukan Flores dibawa ke pulau tersebut untuk menerima hukuman mati.

Sementara itu kapal milik Pasukan Flores pun ditawan oleh pasukan armada kerajaan Bima. Raja Bima yang sangat murka pada saat itu akhirnya mengutuk seluruh awak kapal, raja Flores serta para petinggi Belanda. Raja Bima mengutuk mereka menjadi seekor ular. Dan kapalnya pun dikutuk menjadi batu yang akhirnya membentuk sebuah pulau yaitu pulau ular. 

Di atas pulau ular tersebut terdapat dua pohon Kamboja yang menurut sejarah mengatakan bahwa pohon-pohon tersebut merupakan tiang dari kapal yang telah dikutuk oleh raja Bima. Pohon kamboja tersebut pun masih hidup hingga sekarang dan dikabarkan tidak pernah tumbuh. 

Legenda ini masih berlaku dan diyakini masyarakat setempat. Mereka masih percaya bahwa kutukan itu masih berlaku sampai sekarang bagi mereka yang berniat jahat datang ke pulau ular. Tidak boleh membawa pulang ular-ular ini, apalagi sampai menyakiti atau membunuhnya. 

Ular-ular di pulau ini tidak pernah menyakiti manusia, selama manusia yang datang ke pulau ini tidak menyakiti ular-ular tersebut. Mitos yang ada, ular-ular dan semua yang ada di pulau ular ini tidak boleh dibawa pulang. 

Tetapi keberadaan ular-ular di pulau ini bukan berarti benar-benar aman tak menggigit. Sebab ada kisah yang menyebutkan, kematian orang-orang di pulau ular. Diantaranya kisah orang yang meninggal setelah membawa pulang ular, hingga ada yang membunuhnya. 

"Ada pengunjung yang datang dan sembunyi-sembunyi membawa pulang ular. Dan katanya meninggal. Katanya ular itu dipelihara. Walaupun dipelihara, tetap tidak boleh, karena masyarakat percaya ini pulau keramat," Mar'atun, warga lokal Bima. 

Sahid penjaga pulau juga bercerita, pernah ada pasangan kekasih datang pacaran di pulau ular. 

"Cincin pasangan ini hilang, dan katanya dimakan sama ular. Maka dia bawalah itu ular pulang. Sampai di rumah perut ular dibelah, untuk mencari cincin yang hilang namun tidak ketemu. Ular itu mati, dan pasangan itu juga ikut mati, " tutur Sahid. 

Masyarakat setempat percaya, bahwa kematian pasangan ini bukan karena digigit ular. Melainkan karena sudah menyakiti ular dari pulau ini.  Masyarakat percaya, bahwa kematian misterius pasangan ini adalah bagian dari kutukan para ular. 

Ada juga mitos lain di pulau ular ini. Konon para pendatang tidak boleh memegang ular sebelum dipegang dulu oleh warga lokal. Selain itu wanita yang sedang menstruasi juga dilarang datang ke pulau ini.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/lom



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami