Apa Itu Fenomena Kabut Adveksi yang Terjadi di Sejumlah Pantai di Bali?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Fenomena kabut tebal yang disebut adveksi terjadi sejumlah pantai di Bali hingga viral di media sosial. Apa sebenarnya fenomena kabut adveksi?
Adapun kabut tebal itu terpantau di Pantai Melasti, Kuta Selatan, Badung; di Pantai Segara, Kuta, Badung; dan di pantai di daerah Tabanan, Bali, Minggu (22/10).
Video penampakan pantai berkabut ini diunggah salah satunya oleh akun Instagram punapibali yang bersumber dari akun linethrs.
"PANTAI DI TABANAN BERKABUT," demikian judul unggahan itu," Kondisi pantai di kawasan Tabanan, Senin (23/10). Terpantau pantai berkabut."
Warganet pun bertanya-tanya. "Kabut asap???" cetus akun wayannaya4.
Akun wiatnata mengklaim kabut ini bukan asap, namun "udara dingin dari selatan (ausie) bertemu udara hangat di selatan indonesia menimbulkan kabut yg tidak naik menjadi awan. ini terjadi juga di perairan jogjakarta."
Senada, netizen lely_camerik menyebut ini bukan asap. "Pantai di melasti juga kabut ,karena cuaca terlalu panas bisa jadi menguap permukaan air laut."
"Pertanda Datang nya musim hujan," sambung dexarny_new.
Koordinator Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, Bali, I Nyoman Gede Wiryajaya mengatakan fenomena kabut yang terjadi di beberapa pantai di Bali masuk dalam jenis kabut adveksi.
Kabut adveksi sendiri terbentuk ketika angin horizontal mendorong udara hangat dan lembap di atas permukaan yang dingin hingga mengembun menjadi kabut.
"Berdasarkan analisis dari data pengamatan udara atas di stasiun meteorologi I Gusti Ngurah Rai, kondisi ini dapat terjadi karena terbentuknya lapisan inversi dekat permukaan," kata Wiryajaya, saat dikonfirmasi Senin (23/10).
Ia menerangkan lapisan inversi merupakan lapisan batas antara dua massa udara yang memiliki perbedaan suhu.
Mekanismenya yaitu massa udara yang hangat dari darat bersinggungan dengan massa udara yang lebih dingin dari laut. Alhasil, terjadilah kondensasi atau pengembunan dari uap air tersebut dan membentuk kabut.
"Hal ini juga didukung oleh kondisi angin permukaan yang lemah di sekitar lokasi sehingga kabut dapat bertahan dan teramati dengan jelas," imbuhnya.
Wiryajaya menyebutkan fenomena kabut ini merupakan fenomena yang wajar sehingga masyarakat tidak perlu terlalu khawatir.
Dampaknya juga bersifat sementara saat terjadinya kabut saja berupa terbatasnya jarak pandang. Masyarakat dihimbau perlu berhati-hati jika berada dalam area yang tertutup kabut sebab dapat mengurangi jarak pandang mendatar.
"Namun, perlu dipastikan juga bahwa di sekitar lokasi terjadinya kabut tidak terdapat area kebakaran sebab kabut juga dapat berupa kabut asap," tukasnya.
"Biasanya kabut asap memiliki aroma khas terbakar dan menyesakkan. Berbeda dengan kabut yang berasal dari pengembunan uap air yang rasanya cenderung dingin dan lebih segar," tandas Wiryajaya.
Berdasarkan Citra Sebaran Asap per hari ini, BMKG mengungkap tak ada sebaran asap di Indonesia, baik itu di wilayah tradisional karhutla seperti Kalimantan dan Sumatra, maupun Bali. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Robby
Reporter: bbn/net