Gus Ipul Buka Suara Soal Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul buka suara terkait nama Presiden RI ke-2 Soeharto, yang diwacanakan akan dianugerahi gelar pahlawan nasional dalam momen peringatan hari pahlawan tahun 2024.
"Ya nanti aja ya, itu belum sekarang," kata Gus Ipul di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (10/11).
Gus Ipul melanjutkan, Kemensos telah menyerahkan 16 nama tokoh yang diusulkan sebagai pahlawan nasional. Nantinya, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan akan melakukan seleksi dan memilih enam nama.
Gus Ipul mengatakan Presiden Prabowo yang akan mengumumkan nama itu selepas Prabowo pulang ke Indonesia setelah lawatan ke luar negeri selama kurang lebih 16 hari. "Ya tentu harus menunggu Presiden," kata dia.
Dalam kesempatan itu,Gus Ipul juga memastikan pemerintah akan berkomitmen memberikan perhatian lebih kepada para pejuang veteran termasuk keluarganya. Perhatian itu menurutnya dalam bentuk pemberian bantuan maupun apresiasi.
"Kita akan memberikan perhatian yang lebih kira-kira ya di masa-masa yang akan datang," jelas Gus Ipul.
Sekjen PBNU itu juga menekankan Hari Pahlawan tahun ini pemerintah menetapkan tema besar 'Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu'. Selain di TMP Kalibata, peringatan hari pahlawan juga dilakukan di berbagai daerah.
Presiden Prabowo pun menurutnya telah berpesan bahwa pada peringatan hari pahlawan kali ini diharapkan bangsa Indonesia mampu meneladani apa yang sudah diberikan para pahlawan dan pendiri Indonesia.
"Mulai dari kesabarannya, kesabaran menuntut ilmu, kesabaran konsolidasi. Dan yang kedua, juga kerelaannya untuk mengutamakan kepentingan bersama, menekan kepentingan pribadi dan golongan," ujarnya.
Adapun wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto muncul seiringan dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang resmi mencabut nama Presiden kedua RI Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
MPR yang kala itu masih dinakhodai Bambang Soesatyo alias Bamsoet menjelaskan keputusan MPR untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 itu merupakan tindak lanjut dari Surat dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024, dan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada 23 September lalu.
Menurut Bamsoet, TAP MPR itu secara yuridis masih berlaku. Hanya saja, proses hukum terhadap Soeharto sesuai pasal itu telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 MPR pun telah disampaikan pula keputusan pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno. Salah satu pertimbangan dalam TAP MPRS itu berbunyi Presiden Sukarno disebut melindungi tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan demikian, poin itu tak lagi terbukti.
Kemudian, satu TAP lagi terkait pemberhentian Presiden Gus Dur pada 2001. MPR menyatakan TAP MPR Nomor II Tahun 2001 yang menyatakan bahwa ketidakhadiran dan penolakan Gus Dur untuk memberikan laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR kala itu dinilai telah melanggar haluan negara, tidak berlaku lagi. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net