Keterlibatan Sponsor Istri dalam Kasus WNA Diduga Bekerja sebagai Sopir di Pelabuhan Sanur
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kasus viral yang melibatkan seorang warga negara asing (WNA) diduga bekerja sebagai sopir penjemput tamu di Pelabuhan Sanur pada Jumat (17/1/2025) terus mendapat sorotan.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, Ridha Sah Putra, menyatakan bahwa tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) tengah menyelidiki lebih lanjut keterlibatan WNA tersebut, yang diketahui memegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) penyatuan keluarga.
Menurut Ridha, WNA dengan inisial MMF, asal Bangladesh, merupakan pemegang ITAS yang berlaku hingga 8 Februari 2025. Izin tinggal ini diberikan atas dasar sponsor dari istrinya, seorang warga negara Indonesia (WNI).
Sponsor ini biasanya diberikan untuk mendukung kebutuhan administrasi izin tinggal WNA, namun dalam kasus ini, keabsahan aktivitas WNA tersebut menjadi pertanyaan besar.
ITAS penyatuan keluarga adalah izin tinggal yang diberikan kepada WNA yang menikah dengan WNI, memungkinkan mereka tinggal secara legal di Indonesia.
Namun, izin ini bersifat spesifik dan biasanya tidak mencakup hak untuk bekerja di sektor tertentu, kecuali telah mendapat izin kerja tambahan dari pihak berwenang.
Dalam kasus MMF, dugaan keterlibatan sebagai sopir tanpa izin kerja memunculkan pertanyaan terkait peran dan tanggung jawab sponsor, dalam hal ini istrinya, terhadap aktivitas yang dilakukan oleh WNA tersebut.
Sebagai sponsor, seorang WNI bertanggung jawab untuk memastikan bahwa WNA yang disponsori mematuhi aturan dan perundang-undangan di Indonesia, termasuk tidak terlibat dalam aktivitas pekerjaan yang melanggar izin tinggalnya.
Ridha menegaskan bahwa pelanggaran seperti ini tidak hanya menjerat WNA yang bersangkutan, tetapi juga dapat memberikan konsekuensi hukum bagi sponsor jika terbukti lalai atau dengan sengaja membiarkan pelanggaran tersebut terjadi.
“Saat ini, tim kami telah memanggil MMF untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika ditemukan bukti pelanggaran, kami akan mengambil langkah tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujar Ridha, dalam keterangannya Minggu (19/1/2025).
Video viral yang menunjukkan MMF mengenakan kaos merah dan bertopi, sedang berbicara dengan logat Melayu saat ditanya menggunakan bahasa Indonesia, menjadi bukti awal yang memicu penyelidikan.
Dalam video tersebut, MMF diduga sedang menjemput wisatawan di Pelabuhan Sanur, aktivitas yang masuk dalam kategori pekerjaan dan memerlukan izin khusus.
Jika terbukti melanggar, MMF dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal 122 ayat (1) UU Keimigrasian menyebutkan bahwa WNA yang menyalahgunakan izin tinggal atau melanggar ketentuan yang diatur dalam izin tersebut dapat dikenai sanksi administratif, hingga deportasi.
Sementara itu, pihak sponsor juga dapat dimintai pertanggungjawaban, terutama jika ditemukan adanya unsur kesengajaan atau kelalaian.
Kasus ini menggarisbawahi potensi penyalahgunaan sistem sponsorship oleh pihak-pihak tertentu.
Sistem ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi WNA yang memiliki hubungan keluarga dengan WNI, namun celah dalam pengawasan sering kali dimanfaatkan untuk kegiatan yang melanggar hukum.
Pemerintah, melalui Kantor Imigrasi, terus berupaya memperketat pengawasan terhadap aktivitas WNA yang memegang ITAS penyatuan keluarga.
Ridha menambahkan bahwa edukasi bagi sponsor WNI juga perlu ditingkatkan agar mereka memahami tanggung jawab hukum yang melekat.
“Kami mengimbau para sponsor untuk selalu memantau aktivitas WNA yang mereka sponsori dan melaporkan ke pihak berwenang jika terdapat hal-hal mencurigakan,” ujarnya.
Kantor Imigrasi Denpasar berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan adil. Pemeriksaan terhadap MMF akan menjadi langkah awal dalam menentukan tindak lanjut hukum yang tepat.
Di sisi lain, kasus ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dan pihak terkait untuk lebih memahami aturan keimigrasian.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dan peningkatan kesadaran akan tanggung jawab hukum, diharapkan sistem sponsorship tidak lagi menjadi celah bagi pelanggaran hukum, melainkan menjadi alat yang mendukung keteraturan dan keadilan di tengah masyarakat.
Editor: wids
Reporter: bbn/tim