search
light_mode dark_mode
Kemenperin Dukung Kemendagri, Minta Koster Kaji Lagi Larangan Air Kemasan Kecil

Rabu, 16 Juli 2025, 14:39 WITA Follow
image

bbn/Suara.com/Kemenperin Dukung Kemendagri, Minta Koster Kaji Lagi Larangan Air Kemasan Kecil.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang meminta Gubernur Bali I Wayan Koster untuk mengkaji kembali dampak dari Surat Edaran (SE) Nomor 09 Tahun 2025 terkait pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter di seluruh wilayah Bali.

Larangan ini sebelumnya telah menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, mulai dari pelaku industri, asosiasi usaha, hingga konsumen.

“Saya ikuti arahan Wamendagri,” ujar Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Rizal, menanggapi permintaan Wamendagri kepada Gubernur Bali.

Faisol juga pernah meminta agar Gubernur Bali berdialog terlebih dahulu dengan para pelaku usaha sebelum menerapkan kebijakan tersebut. Menurutnya, pelibatan langsung pelaku usaha sangat penting agar diperoleh solusi bersama.

"Saya kira saya tidak bisa berdiri sendiri karena ini adalah keluhan. Ini adalah keinginan para pengusaha menyampaikan apa yang mereka rasakan dan apa yang menjadi harapan mereka kepada Pak Gubernur," katanya.

Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, juga menegaskan kesiapan Kemenperin mendukung gerakan pengurangan sampah plastik. Namun, ia menggarisbawahi perlunya diskusi menyeluruh dengan industri agar tidak menimbulkan kerugian.

"Kami sebagai Kementerian yang membawahi industri juga bersedia duduk bareng untuk mendiskusikannya untuk mencari solusi bersama, di mana kebijakan ini tidak sampai merugikan industri dan permasalahan sampah di Bali juga bisa diatasi secara bersama," ujarnya.

Wakil Mendagri, Bima Arya Sugiarto, menyatakan pihaknya telah menerima surat dari asosiasi air minum kemasan dan ASRIM (Asosiasi Industri Minuman Ringan) yang mengeluhkan kebijakan Gubernur Bali.

"Kemarin saya menerima permohonan audiensi dari asosiasi industri minuman ringan yang merasa terdampak dengan kebijakan Pak Gubernur yang melarang produksi air kemasan di bawah 1 liter dan distribusinya di seluruh wilayah Bali,” ucapnya.

Bima Arya mengapresiasi tujuan dari kebijakan tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap isu sampah plastik, tetapi menilai dampaknya perlu dikaji lebih dalam.

"Kami kaji sama-sama, setiap kebijakan itu pasti ada plus dan minusnya. Ini kan baru, nggak apa-apa sebagai inisiasi, kami apresiasi untuk mengurangi sampah plastik. Tapi dalam pelaksanaannya pasti harus kami lihat data dan fakta di lapangan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebijakan lingkungan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat.

"Masalah sampah ini tidak bisa parsial, jadi harus dari hulu ke hilir. Sering kali yang paham hulu ke hilir teman-teman komunitas paham itu. Kampus, pelajar teknik lingkungan paham, tapi pemerintah sekalipun sering gagal paham bahwa pemerintah ini harus paham dari hulu ke hilir,” pungkasnya.

Ketua Apindo Bali, I Nengah Nurlaba, menyebut SE Gubernur Bali terlalu jauh mengintervensi ruang industri makanan dan minuman. Ia menilai larangan air kemasan kecil dapat mengganggu keberlangsungan usaha dan mata pencaharian masyarakat.

"Kalau kita lihat tujuan dan maksudnya pelarangan itu memang baik, itu kan SE mengenai sampah. Tetapi, yang disayangkan kenapa harus melarang produksi air mineral yang di bawah satu liter. Ini kan sudah sangat mengintervensi atau sudah masuk ke ranah makanan dan minuman,” cetusnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Fitrah Bukhari. Ia menilai kebijakan itu berpotensi melanggar hak konsumen.

"Pelarangan ini berdampak langsung terhadap preferensi konsumen. Dalam UU Perlindungan Konsumen, hak untuk memilih produk adalah hak dasar yang wajib dihormati,” katanya.

Menurut Fitrah, air kemasan kecil sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan wisatawan karena faktor kepraktisan.

"Konsumen dipaksa membeli air dalam kemasan besar, yang tidak selalu praktis. Ini jelas merugikan, terutama di sektor pariwisata yang menjadi andalan Bali,” tandasnya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami