search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Warga Miskin Susah Makan, Luput dari Perhatian
Selasa, 23 Juli 2013, 17:42 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Beritabali.com, Mendoyo. Di tengah gemerlap dunia pariwisata Bali, ternyata masih ada warga miskin yang luput dari perhatian pemerintah. Jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan sehari-hari pun masih susah.

Potret warga miskin ini antara lain dapat dilihat pada keluarga I Gusti Putu Aryana (33) warga miskin asal Banjar Kaleran Kaje, Desa Yehembang, Mendoyo.

Miris dan sangat memprihatinkan. Itulah gambaran yang dialami I Gusti Putu Aryana (33) warga miskin asal Banjar Kaleran Kaje, Desa Yehembang, Mendoyo. Setelah dia menderita kebutaan sejak empat tahun yang lalu, kini istri tercinta meninggalkannya untuk bekerja sebagai kuli di Sumatra. Sementara rumahnya yang berukuran 6X4 meter dan berlantai tanah, nyaris roboh karena kayu-kayunya sudah pada kropos.

Kini ia tinggal bersama anak satu-satunya dan hanya mengharapkan uluran tangan orang tuanya untuk makan sehari-hari. Sementara bapak kandungnya hanya bekerja sebagai tukang ojek yang berpenghasilan paling banyak Rp 15 ribu sehari dan harus menanggung lima anggota keluarga.

Demikianlah kehidupan yang harus dijalani oleh I Gusti Putu Aryana. Sejak menderita kebutaan empat tahun yang lalu, Aryana yang memiliki satu orang anak perempuan yang masih berumur 1,5 tahun dari perkawinannya dengan Ni Komang Mariani, praktis tidak bisa bekerja. Sementara kebutuhan sehari-hari untuk anak dan istrinya wajib harus disediakan.

Lantaran tidak mungkin untuk bekerja, terpaksa Aryana hanya mengharapkan uluran dari bapak kandungnya, I Gusti Putu Subagia (55) yang hanya bekerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan sangat minim. Sementara Subagia harus pula menanggung lima anggota keluarga lainnya.

“ Anak saya sudah tidak mungkin bisa bekerja, sekarang terpaksa saya yang menanggung, sementara pengahasilan saya hanya cukup untuk membeli satu kilo beras dalam sehari dan saya harus menanggung lima orang,” tuturnya lirih.

Menurut Subagia, lantaran tidak mampu, Aryana yang merupakan anak laki-laki satu-satunya semenjak menikah dan telah tercatat sebagai KK baru, dia ajak tinggal bersama di dalam rumah yang sangat kecil. Rumah miliknya hanya berukuran 6x4 meter, berdinding bata merah dan berlantai tanah.

Rumah tersebut hanya terdiri dari dua kamar yang sangat sempit dan ditempati oleh lima orang anggota keluarga. Dinding rumahnya juga sudah mulai jebol dibeberapa bagian dan kayu-kayu penyangga atap sudah pada kropos dimakan rayap serta nyaris roboh.

“ Saya tidak mungkin bisa memperbaiki rumah karena untuk makan sehari-hari saja kami sangat kesulitan karena bapak bekerja seorang diri,” ujar Aryana  Selasa (23/7) di Banjar Kaleran, Desa Yehembang.

Namun menurut Aryana,meskipun kondisinya seperti itu, sampai saat ini dirinya dan orang tuanya tidak pernah mendapatkan bantuan apa-apa dari pemerintah, termasuk Raskin dan BLSM.

“ Sejak dulu memang kami tidak pernah mendapatkan raskin, apalagi BLSM yang disebut-sebut sebagai program untuk masyarakat miskin. Bedah rumah pun kami tidak pernah dapatkan, padahal sudah beberapa kali disurvey. Mungkin menunggu rumah kami roboh baru dikasi bedah rumah,” terang Subagia.

Keluarga miskin ini juga tidak memiliki dapur karena tidak memiliki biaya untuk membuat dapur dan untuk memasak terpaksa memanfaatkan emperan rumah yang sejatinya untuk mereka duduk-duduk bersama keluarga.

Lantaran beban kehidupan yang dipikul keluarga ini sangat berat, Mariani yang merupakan istri Aryana, harus meninggalkan suami yang buta dan anaknya yang masih balita untuk bekerja di Sumatra sebagai buruh serabutan mengikuti keluarganya. Mariani menurut Aryana telah meninggalkannya sejak empat bulan yang lalu. Selama empat bulan itu hanya baru sekali istrinya menitip uang untuk kebutuhan anaknya dan itupun jumlahnya tidak seberapa, hanya cukup untuk membeli susu satu kaleng.

“ Tapi tidak apa, itu cukup membuktikan bahwa istri saya masih ingat anaknya,” ujar Aryana lirih.

Kini ditengah kondisinya yang sangat memperihatikan, keluarga ini sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah maupun dari donatur untuk memperbaiki rumahnya. Karena mereka kuatir tidak lama lagi rumahnya akan roboh lantaran kondisinya sebagian besar telah kropos.


Sementara itu Perbekel Yehembang I Made Sumadi membenarkan keluarga ini memang tergolong KK miskin, namun keluarga ini datanya masih tercecer, sehingga belum mendapatkan bantuan apa-apa. Pihaknya akan mendata keluarga tersebut dan akan mengusulkan kepada pemerintah kabupaten agar keluarga ini bisa mendapat bantuan.

Terkait BLSM, Semadi mengakui diwilayahnya tidak tepat sasaran. Banyak warganya yang tergolong mampu menerima bantuan ini, sementara yang miskin ada yang tidak mendapatkannya.

“ Soalnya data penerima BLSM bukan dari kami melainkan berdasarkan data dari BPS sehingga banyak yang nyaplir (tidak tepat),” terangnya.(Jsp)
 

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami