search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Transparansi Berkabut Surat Tolak Reklamasi Gubernur Bali
Senin, 8 April 2019, 10:05 WITA Follow
image

beritabali.com/ForBali.org

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster untuk memberikan salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 terkait kasus reklamasi Teluk Benoa yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo akhirnya berbuntut panjang. Akibat penolakan tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Regional Bali menggugat Gubernur Bali melalui Komisi Informasi Provinsi Bali. Gugatan disampaikan Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama ke Komisi Informasi Provinsi Bali  pada Selasa (2/4/2019). Ibarat dalam sebuah keluarga, Walhi Bali sebagai anak dalam keluarga hanya meminta transparansi kepada Gubernur Bali sebagai orang tua. Namun sayangnya transparansi yang didengung-dengungkan masih berkabut, sehingga masih samar-samar.

[pilihan-redaksi]
Alasan Walhi Bali meminta transparansi soal salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 jika dilihat cukup wajar, mengingat Walhi Bali bersama ForBali dan komponen masyarakat Bali lainnya selama ini konsisten menolak rencana reklamasi Teluk Benoa yang diajukan oleh PT. Tirta Wahana Bali International (TWBI). Jika surat tertanggal 28 Desember 2018 yang dikirim Gubernur Bali ke Presiden Jokowi sama dengan komitmen perjuangan Walhi Bali tentu akan didukung dan dikawal oleh Walhi Bali, ForBali dan komponen masyarakat Bali lainnya. Namun dengan keengganan Gubernur Bali untuk membuka surat tersebut memunculkan kecurigaan akan adanya agenda lain. Kejadian ini juga akan menjadi catatan ketidakpercayaan terhadap komitmen Gubernur Bali yang selama ini berulangkali menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa.

Pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang menyatakan akan membuka salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 setelah proses pemilihan umum (Pemilu) pada 17 April 2019 semakin menimbulkan kesan adanya kepentingan politik. Mengapa harus menunggu usai pemilu, padahal komitmen menolak reklamasi bukan masalah pilihan politik? Membuka surat yang jika benar surat tersebut menolak reklamasi juga tidak ada hubunganya dengan perolehan suara partai dalam pemilu? Permintaan membuka surat menolak reklamasi hanya kebutuhan akan kejelasan informasi dan memastikan komitmen Gubernur Bali untuk menjaga kelestarian alam Bali.

Pada pidato akhir tahun 2018 dan menyambut tahun baru 2019, Gubernur Bali Wayan Koster dengan latang menyatakan bahwa “dalam era keterbukaan informasi saat ini, akan sangat terbuka, dengan senang hati menerima saran maupun kritik yang positif dan konstruktif untuk membangun, yang disampaikan dengan cara santun, beretika sesuai dengan tata krama dan budaya Bali. Bila ada perbedaan pandangan dan sikap, janganlah perbedaan itu sampai menjadi berpolemik, apalagi berkonflik secara terbuka di depan umum melalui media sosial. Tetapi, hendaknya perbedaan itu dibicarakan dengan cara baik-baik dan berbudaya sesama Sameton Krama Bali”. Walhi Bali tentu telah dengan cara yang satun meminta adanya keterbukaan informasi mengenai isi salinan surat tolak reklamasi. Cara santun tersebut pada tahap awal telah dilakukan Walhi Bali dengan mengirim surat permohonan informasi publik. Tentu permohonan informasi tersebut dalam upaya menyatukan pandangan sehingga muncul satu gerakan bersama demi menjaga Bali. Belum lagi dalam pidato akhir tahun tersebut Gubernur Bali mengakui memerlukan dukungan serta komitmen kuat dengan sekuat-kuatnya, kesungguhan dengan sesungguh-sungguhnya, serta kesujatian dan keluhuran hati dari Sameton Krama Bali, sesuai dengan swadharma masing-masing.

Dalam pidato akhir tahun 2018, Gubernur Koster secara tegas menyatakan bahwa “berkenaan dengan rencana Reklamasi Teluk Benoa, sebagaimana telah dijanjikan saat kampanye, Saya tegaskan kembali bahwa rencana itu tidak dapat dilaksanakan demi pelindungan dan pelestarian kesucian dan keharmonisan Alam Bali beserta isinya, sesuai dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali". Jika memang benar janji tersebut dilaksanakan maka untuk apa Gubernur Bali menolak membuka salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014? Penolakan hanya akan menunjukkan sikap kotraproduktif yang dilakukan oleh seorang Gubernur Bali.

Dalam beberapa kesempatan Gubernur Bali Wayan Koster sering menyebutkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali" Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana. Visi yang digadang-gadang bakal membawa menuju Bali Era Baru, yaitu suatu era yang ditandai dengan tatanan kehidupan baru; Bali yang Kawista, Bali yang tata-titi tentram kerta raharja, gemah ripah lohjinawi, yakni tatanan kehidupan holistik. Visi yang meliputi 3 dimensi, yang salah satunya dalam dimensi kedua disebutkan bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan aspirasi Krama Bali dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara dalam kasus penolakan reklamasi, Walhi Bali membutuhkan dan berharap adanya keterbukaan informasi mengenai salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Permintaan Walhi Bali juga merupakan bagian dari aspirasi karma Bali yang harus dipenuhi oleh Gubernur Bali.

Gubernur Bali Wayan Koster tidak saja menyampaikan pernyataan menolak reklamasi Teluk Benoa dalam pidato politik akhir tahun. Namun juga telah menyampaikan pernyataan penolakan reklamasi Teluk Benoa dan telah mengirim surat penolakan kepada Presiden Jokowi dalam sebuah jumpa pers. Ketika sudah disampaikan kepada media dalam jumpa pers tentu pennyataan penolakan dan isi surat ke presiden telah menjadi informasi publik. Tetapi menjadi bertolak belakang ketika Gubernur Bali menolak memberikan salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tersebut. Belum lagi lembaga yang meminta surat merupakan lembaga yang telah secara konsisten menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Apa perlu kembali belajar masalah kejujuran dan transparansi agar kabut-kabut penghalang tidak lagi menutupi kebenaran? Atau apakah setelah dirilis ke media kemudian surat tolak reklamasi yang dikirim ke presiden justru menjadi sebuah dokumen rahasia dan dikecualikan?

Apabila kembali pada isi pidato akhir tahun 2018 secara tegas Gubernur Bali menyatakan  bahwa Wayan Koster bersama Tjok Oka Sukawati sudah siap ngayah secara total, lascarya sakala niskala, untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, dengan seluruslurusnya, dan dengan setulus-tulusnya agar program yang direncanakan benar-benar dapat terlaksana dengan lancar, mulus, dan sukses. Jika mengutif artikel dalam Prosiding Seminar Nasional Filsafat, 2017yang berjudul “ Implementasi Konsep ”Ngayah” Dalam Meningkatkan Toleransi Kehidupan Umat Beragama di Bali” yang ditulis oleh I Gusti Made Widya Sena disebutkan bahwa ngayah secara harfiah dapat diartikan melakukan pekerjaan tanpa mendapat upah. Ngayah adalah kewajiban sosial masyarakat Bali sebagai penerapan ajaran karma marga yang dilaksanakan secara gotong royong dengan hati yang tulus ikhlas baik di banjar maupun di tempat suci atau Pura. Maka jika benar konsep ngayah dilaksanakan maka tidak ada alasan Gubernur Bali untuk menolak memberikan salinan surat tolak reklamasi yang dikirim ke presiden. Tentu memberikan salinan surat tolak reklamasi menjadi tugas dan tanggungjawab Gubernur Bali agar program yang direncanakan bersama untuk menolak reklamasi benar-benar terwujud.

[pilihan-redaksi2]
Dalam pidato akhir tahun 2018 Gubernur Bali Wayan Koster juga menyampaikan ajakan kepada Sameton Krama Bali agar tetap kompak, guyub, bersatu, gilik-saguluk, parasparo, salunglung sabayantaka, sarpana ya, se-ia sekata, seiring sejalan, bersama-sama, bahu membahu, membanting tulang, bergotong-royong mewujudkan cita-cita bersama menuju Bali Era Baru, sebagai generasi penerus yang bertanggung jawab terhadap eksistensi dan keberlanjutan Bali yang diwariskan oleh para panglisir, leluhur, lelangit, dan guru-guru suci Bali. Sikap Walhi Bali merupakan sikap sameton krama Bali yang ingin kompak, guyub, bahu-membahu dan seiring sejalan untuk mewujudkan cita-sita bersama menolak reklamasi Teluk Benoa. Sebagai bagian dari komponen masyarakat Bali Walhi Bali menunjukkan tanggungjawab terhadap eksistensi dan keberlanjutan Bali.

Jika penolakan reklamasi sudah menjadi keputusan final gubernur, apalagi telah dirilis kepada media dalam jumpa pers maka tidak ada alasan untuk tidak memberikan dan membuka salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014yang dikirim Gubernur Bali ke Presiden. Upaya mewujudkan transparansi memang tidak hanya membutuhkan ucapan ataupun sebatas komitmen, tetapi tindakan nyata. Jangan sampai transparansi yang terwujud masih berselimut kabut yang hanya akan menurunkan kepercayaan masyarakat.

Oleh

I Nengah Muliarta

Pemimpin Redaksi Beritabali.com

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami