search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Anak Jadi Korban Zonasi, Ipung: Sistem Tertutup, Ada Indikasi Jual Beli Surat Domisili
Jumat, 5 Juli 2019, 12:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Aktivis Pemerhati Anak, Siti Sapurah atau akrab disapa Ipung mengalami korban ketidakadilan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi.
 
[pilihan-redaksi]
Ia menceritakan padahal kalau dilihat dari zonasi wilayah rumahnya hanya berada 500 meter dekat dengan sekolah salah satu SMA Negeri. Ia mencurigai indikasi adanya permainan jual beli Surat Keterangan Domisili (SKD).   
 
"SKD ini berpeluang digunakan oleh pihak-pihak yang bisa memperjual belikan siapa-siapa yang diinginkan untuk masuk di sekolah tersebut karena sistemnya sangat tertutup," ujarnya.
 
Indikasi ini dibuktikan saat dirinya menelpon salah satu kaling untuk bertanya sejauh mana kepala lingkungan (Kaling) dilibatkan dalam sistem zonasi karena kaling yang sangat mengetahui warga yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
 
Ia menyebut kaling hanya mengatakan hanya mendapatkan surat pemberitahuan untuk membantu mempermudah mendapatkan SKD. 
 
[pilihan-redaksi2]
Ia memberi usulan agar tidak disalahgunakan, pihak Sekolah sebenarnya bisa memberi pengumuman secara rinci siswa yang diterima dan berapa jarak mereka dari Zonasi.
 
"Anak saya juga jadi korban Zonasi nih, mau cari SMU tidak dapat padahal jarak 500 meter," ujar Ipung.
 
Saya lihat sistem zonasi juga tidak fair dan ada peluang untuk "bermain" karena bisa saja ada pihak yang menggunakan surat keterangan domisili berlaku," keluhnya. (bbn/rob)

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami