search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Alasan Desa Tenganan Keluarkan Awig-Awig Larang Pengolahan Tuak Menjadi Arak dan Gula
Selasa, 6 Agustus 2019, 20:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Karangasem. Di Bali khususnya di Kabupaten Karangasem tuak menjadi salah satu minuman tradisional yang paling banyak digemari.
 
[pilihan-redaksi]
Selain dikonsumsi dan dijadikan sebagai sarana pelengkap upakara, tuak juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku gula dan arak tradisional. 
 
Namun taukah kita, bahwa ada satu Desa di Kabupaten ujung timur pulau Bali ini memiliki sebuah aturan atau awig yang mengatur tentang larangan pemanfaatan tuak untuk dijadikan arak maupun gula.
 
Awig-Awig ini benar - benar diterapkan secara turun temurun di Desa Tenganan, Manggis, Karangasem. Memang sedikit sulit untuk dipahami, ketika ada potensi pemanfaatan tuak untuk menghasilkan nilai ekonomi yang lebih baik, justru terganjal aturan atau awig itu sendiri.
 
Namun jika dilihat lebih jauh dan dipahami secara mendalam, dibalik aturan awig yang sampai sekarang tetap dijalankan ini, rupanya terdapat satu nilai dan pesan yang diwariskan oleh para leluhur terdahulu mengenai larangan pemanfaatan tuak di Desa Tenganan.
 
Dijelaskan Kepala Desa Tenganan, I Putu Yudiana beberapa waktu lalu, di Desa Tenganan terdapat sebuah Awig yang melarang pemanfaatan tuak sebagai arak dan gula. Menurutnya, terkait dengan Awig ini memang ada beberapa asumsi seperti misalnya Tuak dilarang untuk dimanfaatkan atau diolah menjdi gula dan arak karena setiap upacara hampir seluruhnya menggunakan tuak.
 
[pilihan-redaksi2]
"Apapun upacara pasti selalu didahului dan diakhiri dengan tuak, jika diolah menjadi arak atau gula tentunya bisa kesulitan mendapatkan tuak karema sudah diolah semuanya," ujarnya.
 
Asumsi lainnya juga ada yang memgkaitkan dengan cara para leluhur untuk melindungi alam yang ada di wilayah Desa Tenganan, Apabila tuak diolah menjadi arah ataupun gula tentunya akan memerlukan kayu bakar yabg cukup banyak, kemungkinan para leluhur terdahulu takut suatu ketika untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar warga bakal menebang kayu yang nantinya tentu akan merusak alam di wilayah Desa mengingat wilayah Desa Tenganan dikelilingi perbukitan.
 
"Mungkin lewat awig ini para tetua terdahulu ingin menjaga kelangsungan alam yang ada di Desa Tenganan," tuturnya. (bbn/igs/rob)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami