search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Lebih Milenial, Dedoff 2019 Tepis Kesan Monoton dan Gaet Youtuber Jadi Juri
Rabu, 7 Agustus 2019, 18:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Kesiman. Selain perubahan nama singkatan, perhelatan Denpasar Documentary Film Festival (DDFF) yang tahun ini memasuki kali ke sepuluh akan nampak berbeda. Apa saja itu?
 
[pilihan-redaksi]
Direktur Dedoff, Maria Ekaristi mengatakan DDFF tahun ini terasa lebih milenial dengan perubahan nama even menjadi Denpasar Documentary Film Festival (Dedoff). 
 
Hal menarik lainnya, panitia melibatkan youtuber sebagai juri. Salah satunya adalah Puja Astawa, youtuber yang melejit melalui video kocak. Hal tersebut dipaparkan  epada wartawan, Selasa (6/8) kemarin di Kebun Kalpataru, Jalan Sedap Malam, Kesiman
 
Dalam kesempatan itu ia juga didampingi Menurut manager festival IGK Trisna Pramana alias Tutut, Direktur Pelaksana Yayasan Bali Gumanti Agung Bawantara dan perwakilan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Mengawali diskusi Bawantara mengatakan, sembilan tahun menggiatkan festival film dokumenter bukanlah hal yang mudah. 
 
Pandangan publik yang masih melihat film dokumenter sebagi film yang kaku, menjadi salah satu penyebabnya. "Menginjak tahun ke sepuluh kami melalukan pembenahan, sehingga tidak monoton. Seperti menyegarkan juri, karena komposisi juri DDFF selama hampir enam tahun, selalu sama. Kami akan rolling (gilir)," ujarnya. 
 
Dijelaskannya, melalui peremajaan juri tersebut dapat meluruskan pandangan publik terhadap film dokumenter selama ini. Kata Bawantara, jika sebelumnya film dokumenter dinilai penuh dengan pakem, kini akan mengangkat hal remeh temeh. 
 
"Kami lebih banyak menampung kemungkinan dalam video dokumenter, kami harap ke depan dan seterusnya festival ini dapat dikelola teman-teman muda," ungkap Bawantara. 
 
Ia mengatakan, pendaftaran peserta DDFF telah dibuka dan berakhir hingga 30 Agustus 2019 mendatang. Ekaristi yang akrab disapa Eka, juga angkat bicara. Menurut perempuan energik ini, Dedoff memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para pegiat bicara film dokumenter untuk membicarakan apa saja melalui filmnya. 
 
Semisal soal anak muda di pelosok yang ingin menceritakan bahwa kambingnya tidak mau makan rumput. Atau membicarakan tentang  apa jadinya bila hal yang tidak penting dianggap penting. “Intinya, semua boleh bercerita,” tegas Eka.
 
Dalam kesempatan itu, Tutut juga menambahkan, dengan melibatkan youtuber dalam DDFF merupakan bagian dari upaya menggairahkan film dokumenter di kalangan milenial. Sebab menurutnya, unsur-unsur dalam karya youtuber juga serupa dengan unsur dalam penggarapan film dokumenter. 
 
Terkait kategori, Tutut mengatakan terdapat kategori pelajar yakni jenjang SMA dan kategori umum. Tidak ada syarat khusus dalam festival ini, bahkan kata dia, penggunaan alat untuk menggarap film dokunenter yang dilibatkan dalam festival, tidak diatur. Kata dia, tidak menutup kemungkinan apabila pengambilan gambar dan editing dilakukan secara amatir melalui ponsel android. 
 
[pilihan-redaksi2]
Namun menurutnya, kualitas karya akan terlihat pada pemutaran nanti. Terkait dengan durasi film dokumenter, ketika DDFF sebelumnya panitia menentukan kategori SMA maksimal 5 menit. Namun DDFF kali ini, durasi diperpanjang sehingga kategori SMA mulai dari 10 menit sampai 40 menit. Sedangkan kategori umum, maksimal 30 menit. 
 
“Isu utamanya adalah bagaimana melihat film dokumenter sebagai produk potensial bisnis konten, membangun ekosistem industri, serta bentuk pendidikan dokumenter yang berkelanjutan,” tegas Trisna.
 
Ia menyebutkan, Dedoff 2019 dikuratori oleh tokoh-tokoh muda yakni Daniel Rudi asal Jakarta, Dwitra J Ariana asal Bangli, Putu Kusuma Wijaya asal Buleleng dan John Badalu asal Jakarta. Sedangkan Juri Kategori Pelajar SMA, terdiri dari Ayu Diah Cempaka yakni kritikus film, Warih Wisatsana yakni penyair, penggerak aktivitas kreatif, Puja Astawa. Juri kategori umum terdiri dari Rio Helmi yang dikenal sebagai fotografer, Putu Fajar Arcana dan Agung Sentausa dari Badan Perfilman Indonesia. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami