search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tanah "Teba" Dijadikan Pekarangan Desa, Bendesa Sebut Sudah Sesuai Awig-Awig
Kamis, 23 Juli 2020, 15:40 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar Cokorda Gde Putra Pemayun mengatakan tanah "teba" yang dijadikan Pekarangan Desa (PKD) sudah sesuai dengan awig-awig. 

 

Pernyataan ini disampaikan setelah sejumlah warga Pejeng 'ngelurug' kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Gianyar, Rabu (22/7). Menurut Cok Pemayun, tanah teba merupakan satu kesatuan dengan karang ayahan desa (rumah tempat tinggal krama, red). 

 

“Di awig-awig ada itu semua, sebagai dasar kenapa kita di desa adat mempertahankan teba termasuk ayahan karang desa,” jelasnya saat ditemui di Puri Pejeng, Kamis (23/7).

 

Terkait BPN Gianyar yang memberikan tenggang waktu pada warga yang keberatan sampai bulan Agustus, Cok Pemayun mengaku tidak mau tahu. “Terserah BPN nike, kita disini tidak mau ikut campur. Kapan mau diturunkan sertifikat itu, kita tidak masalah,” ujarnya. 

 

Dalam kesempatan itu, Cok Pemayun juga mengingatkan bahwa SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang) bukan sebagai tanda bukti kepemilikan tanah.  “Kenapa teba kena SPPT, karena menghasilkan. Jadi wajar saja bayar pajak, tapi bukan tanda bukti sebagai hak milik,” tegas mantan Camat Tampaksiring ini.

 

Menurut Cok Pemayun, warga yang mengajukan keberatan besar keinginannya untuk menguasai teba sebagai hak milik. “Kalau kami di prajuru, patokannya pasti awig-awig.  Warga yang keberatan itu, kemungkinan belum paham isi awig-awig atau memang sengaja tidak mau memahami, karena besar keinginannya untuk memiliki,” ujarnya.

 

Namun demikian, pihaknya mengaku tetap mengikuti perkembangan pengajuan keberatan tersebut. “Kita tetap mengikuti saja, masalah keberatan itu wajar,” ujarnya. 

 

Lalu terkait proses pensertifikatan yang dinilai tanpa sepengetahuan warga, menurut Cok Pemayun hal tersebut keliru. Bahwa tanah milik desa adat disertifikatkan sesuai program nasional. 

 

“Kami mengikuti program nasional. Disampaikan melalui kelian adat di masing banjar. Sehingga pada saat proses pengajuan sertifikat, warga mengumpulkan KK dan KTP. 

 

Setelah diproses, menurut BPN sudah selesai semua kok baru ada yang mengajukan keberatan. Kenapa tidak sejak awal?,” Tanya Cok Pemayun.

 

Diberitakan sebelumnya, Puluhan krama Desa Adat Jro Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring mendatangi kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Gianyar, Rabu (22/7) pagi. Kedatangan mereka menyampaikan keberatan atas tanah teba maupun tegal krama diterbitkan sertifikat hak milik atas nama Desa Adat atau dijadikan PKD (pekarangan desa).

Reporter: bbn/gnr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami