search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pura Kereban Langit di Sading (1): Cikal Bakal Lahirnya Kembar Buncing Sri Masula-Masuli
Minggu, 21 Maret 2021, 08:25 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Pura Kereban Langit yang terletak di Desa Adat Sading, Kecamatan Mengwi, Badung tergolong unik. Puranya berada dalam goa, namun goa tersebut tak seutuhnya tertutup. 

Ada sebuah lubang cukup besar dari atas yang menyinari sebagian isi goa. Itu sebabnya pura tersebut dinamakan Pura Kereban Langit, yang bermakna pura beratapkan langit.

Untuk mencari Pura Kereban Langit tidaklah sulit. Pamedek yang ingin nangkil bisa menggunakan pemandu arah google maps. Jika dari pusat Kota Denpasar, Pura Kereban Langit bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. 

Pura ini terletak di ujung jalan. Untuk mencapai pura ini, pamedek akan menuruni sekitar 30 anak tangga. Setelah itu, pamedek akan sampai di Pura Kereban Langit yang posisinya bersebelahan dengan sungai. Keberadaan Pura Kereban Langit ini cukup dikenal sebagai tempat untuk nunas pemargi (meminta petunjuk atau jalan) memohon keturunan. 

Bukan tanpa sebab tempat tersebut menjadi terkenal seperti itu. Konon, berdasarkan sejarah pura tersebut, kelahiran kembar buncing Sri Masula-Masuli yang pernah menguasai Bali Kuno, berasal dari anugerah tirta selaka yang bersumber dari pura ini.

Sejarah Pura Kereban Langit

Menurut penuturan Pemangku Pura Kereban Langit, Jero I Ketut Witera belum lama ini keberadaan goa ini sudah ada sejak pemerintahan Raja Udayana. Pada masa pemerintahan ayahanda Sri Masula-Masuli (dalam berbagai referensi disebutkan adalah Sri Jaya Kasunu), lama tidak memiliki keturunan. 

Sri Jaya Kasunu kemudian memohon pada Ida Bhatara di Gunung Agung Giri Tohlangkir agar dianugerahi keturunan. Konon, saat itu hanya diberikan petunjuk agar mencari tirta salaka yang ada di dalam sebuah goa. Berbekal petunjuk itu, dikirimlah utusan untuk mencari goa yang berisi tirtha salaka tersebut. 

Singkat cerita, utusan tersebut melihat sebuah goa dari atas bukit. Kala itu, Desa Sading masih bernama Bantiran. Ketika turun memasuki goa, ada seorang yang tengah bertapa di dalam goa itu. 

"Utusan itu pun bertanya apakah ada tirtha salaka di dalam goa itu? Petapa yang memberi tahu kalau hanya ada pancoran air saja dalam goa,” ungkap Jero Witera.

Air dari goa itu kemudian dibawa dan diberikan kepada raja dan diminum oleh permaisuri. Beberapa bulan kemudian, permaisuri hamil dan lahirlah kembar buncing Sri Masula-Masuli.

"Sejak saat itu goa ini dipelihara. Lama kelamaan dibuatkan tempat suci seperti sekarang ini. Dulu ini masih semak-semak. Sekarang pura ini sudah menjadi cagar budaya dan purbakala,” jelasnya.

Pura tersebut kemudian diserahkan kepada Raja Mengwi. Kerajaan Mengwi kemudian melimpahkan pemeliharaannya kepada Puri Sading. Dari Puri Sading, kemudian diserahkan pengelolaannya kepada parekan (abdi) sebayanyak 4 KK. 

“Mungkin karena pura ini jauh, untuk pemeliharaan dilimpahkan kepada raja-raja di Badung dan Denpasar. Jadi, pura ini adalah milik dari Puri Sading. Karena leluhur saya dulu jadi parekan di Puri Sading, diberikan kewenangan menjadi pemangku. Awalnya 4 KK, sebanyak menjadi 8 KK,” ucap Jero Witera.

Reporter: bbn/aga



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami