search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal "Sardulo Mbalelo", Komunitas Reog Ponorogo yang Didominasi Warga Bali
Sabtu, 24 April 2021, 21:50 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pulau Bali yang memiliki beragam kesenian tak pernah menutup eksistensi dan pengembangan kesenian luar Bali di Bali. 

Beberapa komunitas kesenian luar Bali tetap hidup meski jumlah pentas tak sesering kesenian Bali. Itu diakui Pendiri Komunitas Reog Ponorogo "Sardulo Mbalelo Bali", Saiful. 

Ditemui Sabtu (24/4) di kawasan Canggu, Badung, dia mengisahkan komunitas ini terbentuk di Denpasar pada April 2017 silam.

"Kumpulnya sudah sejak awal tahun. Namun kami resmikan pada bulan April," ungkapnya. 

Para penggagas komunitas ini sejatinya telah menjadi anggota salah satu komunitas reog "Singo Mudo Bali" di Jimbaran, Badung. 

Namun saat itu jarak menjadi salah satu kendala bagi anggota karena cukup jauh. Bukan saja menjadi solusi dari persoalan jarak, terbentuknya komunitas ini sekaligus mewujudkan pengembangan kesenian. Hingga saat ini kedua kedua komunitas tersebut masih eksis, meski saat pandemi belum banyak tampil. 

Bukan saja di Badung dan Denpasar, dia berharap kesenian Reog Ponorogo hadir di seluruh kabupaten/ kota di Bali. 

"Menurut kami, ini akan menjadi daya tarik wisata. Khususnya bagi penggemar budaya, tidak perlu jauh ke Ponorogo, di Bali sudah bisa nonton reog," tuturnya. 

Tentang aktivitas komunitas saat pandemi, dia menyebut ada beberapa tawaran untuk pentas reog. Namun belum cukup berani karena berpotensi menimbulkan kerumunan. Atas keputusan itu, aktivitas komunitasnya saat ini terbilang vakum. 
Selama pandemi ini, dia hanya tampil empat kali, salah satunya mengisi pentas budaya secara sukarela, karena bayaran hanya untuk transportasi saja. 

Dalam kondisi itu, Saiful tetap menjaga semangat anggotanya yang berjumlah 70 orang. Selain latihan bareng dengan berpindah-pindah lokasi, perhatian berupa pembagian takjil dan buka puasa bersama menjadi upaya untuk itu. 

"Ya ini kami lakukan supaya mereka tidak goyah dan malas latihan. Syukurnya ada pihak-pihak yang membantu," tuturnya. 

Selama tidak pentas, anggota komunitasnya memenuhi kebutuhan hidup dari bekerja. Seperti menjadi satpam, pengusaha hingga perajin. Mengenai kendala pengembangan kesenian reog, Saiful mengatakan hanya menentukan waktu pentas yang pas karena sebagian besar besar anggotanya masih pekerja. Soal regenerasi justru menurutnya bukan masalah. 

Selain warga Ponorogo yang ada di Bali, belajar kesenian reog juga diminta warga Bali. Bahkan hampir 90 persen anggota komunitas ini adalah warga Bali. 

"Kami sangat di-support warga sekitar, dari lingkungan Banjar juga didukung. Kami juga di-suport kampus IHDN (Universitas I Gusti Bagus Sugriwa). Kita selama ini bersinergi dengan warga Canggu dan Bali pada umumnya," tutur Saiful. 

Dia menambahkan, menurut warga Bali yang belajar tari reog menilai gerakan tari ini relatif lebih mudah dibanding kesenian Bali. 

Reporter: bbn/dps



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami