search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal Ritual Kematian Entas-Entas dari Suku Tengger
Jumat, 25 Juni 2021, 12:55 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/suara.com/Mengenal Ritual Kematian Entas-Entas dari Suku Tengger

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Indonesia kaya akan keberagaman budaya, mulai dari tradisi pernikahan, kelahiran, hingga kematian. Salah satunya yaitu tradisi Entas-entas milik masyarakat Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur.

Masyarakat suku Tengger yang berada di Gunung Bromo, Jawa Timur, memang mempunyai beragam tradisi budaya. Salah satu yang terkenal dan banyak mendatangkan wisatawan yakni Upacara Yadnya Kasada yang akan digelar pada akhir bulan Juni 2021 ini.

Namun, selain Yadnya Kasada, masih ada lagi tradisi dari Suku Tengger. Yakni Entas-entas. Tradisi ini merupakan upacara kematian, khususnya di Desa Tengger Ngadas, Poncokusumo.

Entas-entas sendiri diartikan gambaran dari meluruhkan atau mengangkat derajat leluhur yang telah meninggal agar mendapatkan tempat yang lebih baik di alam arwah.

Bagi warga Ngadas, pelaksanaan upacara Entas-entas secara khusus yaitu untuk menyucikan roh atau atma bagi orang yang sudah meninggal dunia. Atau sebagai upaya untuk memperingati kematian keluarga yang tiada agar arwahnya bisa mendapatkan tempat yang lebih baik.

Ritual adat ini, dilaksanakan pada hari yang ke-1000 atau minimal pada hari ke-44 setelah keluarga ada yang meninggal. Istilah Entas-entas berasal dari bahasa Jawa, yaitu entas yang berarti mengangkat.

Di dalam tradisi ini, terdapat beberapa rangkaian urutan di dalamnya, yakni ngresik, mepek, mbeduduk, lukatan, dan bawahan.

Untuk melakukan upacara ini, berbagai keperluan dipersiapkan, di antaranya adalah kain putih, bebek, cepel, cobek, beras, kulak (wadah bambu). Selain itu, juga menyediakan sebuah boneka yang diberi nama Petra, sebagai tempat kembalinya roh atau atma.

Adapun pembuatan boneka itu menggunakan bahan dedaunan dan bunga, kemudian nantinya akan disucikan oleh pemuka adat. Masing-masing benda yang digunakan sebagai sarana upacara tersebut mempunyai makna tersendiri bagi warga Ngadas.

Ada beberapa tahapan prosesi yang dilakukan, diantaranya yaitu, keluarga yang bersangkutan mengisi kulak atau bumbung yang terbuat dari bambu itu dengan beras.

Kulak tersebut sebagai lambang dari yang meninggal tersebut. Kemudian, semua keluarga berkumpul di bawah kain putih panjang yang dibentangkan oleh dukun setempat. Setelah itu, dilakukan prosesi Entas-entas. Inti dari upacara ini, bagi warga Ngadas yaitu untuk mengembalikan manusia kepada unsur alaminya, yaitu tanah, kayu, air dan panas.

Atma atau roh yang dientas diwakili oleh orang yang masih hidup, meskipun itu tidak ada hubungan saudara. Adapun salah satu persyaratan warga yang mau mewakili adma tersebut tidak boleh memakai baju, untuk yang perempuan diharuskan memakai kemben, atau pakaian tradisional pembungkus tubuh wanita yang secara historis umum ditemui di daerah Jawa dan Bali.

Karena dalam pandangan warga Ngadas, orang yang sudah meninggal itu tidak memakai baju ataupun lainya. Mereka yang mewakili adma itu kemudian dipayungi dengan menggunakan kain berwarna putih, diantaranya adalah anak-anak, muda maupun dewasa. Mereka kemudian diberikan mantra oleh dukun. Setelah itu, semua Petra dibawa ke tempat pembakaran untuk di sempurnakan.

Dalam upacara Entas-entas, warga Tengger biasanya menggunakan sejumlah hewan ternak, seperti kambing, kerbau, atau lembu. Salah satu hewan yang kerap dipakai dalam upacara adat itu adalah kambing putih yang diyakini bisa berperan sebagai kendaraan untuk menuju alam arwah.

Makna Entas-entas

Rangkaian pelaksanaan Entas-entas ini memakan waktu yang panjang, bahkan bisa hingga tiga bulan. Biasanya dilaksanakan pada hari ke-1.000 atau minimal pada hari ke-44 setelah meninggalnya seseorang.

Oleh karena itu, Entas-entas masih boleh dilakukan selang beberapa hari setelah kematian. Sebab, kesanggupan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan.

Tradisi ini bukan hanya sekadar upacara kematian biasa seperti di daerah-daerah lainnya. Di balik pelaksanaannya, Entas-entas memiliki makna yakni mengembalikan kembali unsur-unsur penyusun tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut ialah tanah, kayu, air, dan panas.

Makna yang diambil dari tanah, yaitu setiap ada manusia yang meninggal akan dikubur di dalam tanah. Selanjutnya adalah kayu. Sebab, untuk menandai lokasi orang meninggal menggunakan kayu yang ditancap bahkan ditanam sebagai nisan.

Lalu ada air yang digunakan untuk memandikan yang meninggal. Dengan kata lain sebagai pembersih. Juga sekaligus sebagai penghormatan kepada Dewa Baruna, dewa air. Terakhir ada panas. Untuk mengembalikan unsur yang satu ini caranya adalah dengan dibakar.

Boneka petra yang sudah dibuat tadi akan dibakar. Cara pengembalian unsur panas ini hampir sama dengan upacara Ngaben di Bali. Namun, bedanya adalah jika di Entas-entas hanya membakar boneka petranya saja.(sumber: suara.com)

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami