search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
n-Jawa-ni: Urun Uyah Best Practise di Hotel
Senin, 13 Februari 2023, 13:15 WITA Follow
image

beritabali/ist/n-Jawa-ni: Urun Uyah Best Practise di Hotel.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Sekedar ide : Coba bayangkan apabila Anda dalam situasi makan masakan yang kurang asin. Kemudian Anda mencari kesana-sini tidak juga mendapatkan si garam

Lalu ada seseorang menyodorkan garam meja satu sachet kecil. Uyah dikit, tapi pelengkap. Katanya “embuh le ngejawantah, yang penting saya sudah ikut urun uyah. ”Maksudnya?

Sejak 31 Desember 2022, kita masuk pada masa transisi menuju endemi berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomer 53 tahun 2022. Walau kita seperti kembali hidup normal, akan tetapi di dalam surat edaran, kita masih harus mematuhi peraturan ketat penanganan COVID-19 terutama di moda transportasi public – salah satunya KAI. Pandemi berkepanjangan sejak ditetapkan di Indonesia pada bulan Maret 2020 yang saat ini hampir mencapai hitungan tiga (3) tahun.

Mulai semester pertama pandemi, kita mendapat panduan standar operasional (basic requirement) Panduan Pelaksanaan Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) atau yang selanjutnya disebut Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan di Hotel atau Hospitality Industry pada umumnya.

Pertanyaan saya adalah ... “What we can do more?” untuk meningkatkan kenyamanan tamu yang pola kebiasaan mereka selama berada di lingkungan hotel perlu kita kondisikan. Bisa kita katakan, kita ubah sesuai prosedur baru yang harus diberlakukan.   

Meninjau dari beberapa sudut pandang, salah satunya kita harus menetapkan  perlu tetap kompetitif dalam masa permintaaan sangat rendah. Maka kita perlu men-skenariokan beberapa Best Practise, temuan-temuan layanan di atas rata-rata untuk kenyamanan tamu. 

Ya, sepertinya menjadi kontradiktif. Kita perlu meningkatkan layanan disaat permintaan rendah dan kondisi pemasukan hotel terdampak. Di posisi ini rata-rata hotel melakukan efisiensi. Jadi jawabannya adalah bagaimana menciptakan best practises - memberikan pengalaman terbaik kepada tamu secara efisien.

Suatu management hotel pasti sudah menetapkan harga sewa kamar per malam. 

Berapa Room Cost pada saat kamar kosong dan kamar occupied? Berapa Incremental/ Variable Cost kita? Berapa Burdened/ Fixed Cost kita?

Apabila kita menjual dengan harga terlalu rendah, bisa-bisa kita malah mendapat sentimen negatif seperti merencanakan bisnis untuk gulung tikar. Solusinya adalah kita harus memperhitungkan tarif pada ceruk strategi yang efektif untuk memenangkan pangsa pasar di mana kita bersaing. Menganalisa market price.

Lalu best practise apa sajakah yang bisa kita review dan korelasikan sehubungan dengan list incremental cost yang bisa saya sebut beberapa berikut ini?

  • Listrik termasuk perhitungan penggunaan penerangan, TV, charging ponsel dan AC.
  • Air termasuk perhitungan untuk cuci tangan, gosok gigi, mandi dan flushing toilets.
  • Wear & Tear termasuk perhitungan orang yang jalan di atas lantai tegel berbagai bahan seperti marmer atau keramik atau parquet maupun berkarpet, tidur di kasur, memutar hendel pintu, menggunakan lightbulbs
  • Breakfast
  • Housekeeping memperhitungkan biaya membersihkan kamar termasuk penggunaan cleaning supplies.
  • Laundry memperhitungkan biaya cuci linen (sprei, sarung bantal dll) dan handuk.
  • Kemudian dari list burdened costs yang bisa saya sebut beberapa berikut ini?:
  • Staff (maintenance, front desk, management, breakfast attendant)
  • Mortgage (Penyususutan nilai aset)
  • Pajak Negara
  • Asuransi 
  • Koneksi Internet dan Wi-Fi
  • Perawatan area parkir
  • Penambahan Handuk Baru (OS&E)
  • Biaya langganan cable TV
  • Marketing
  • Trade shows
  • Membership asosiasi

Baik, masih kita mengacu pada CHSE, sambil mengikuti proses  berhitung incremental dan burdened costs. Untuk meningkatkan confidence, kita harus mengunakan referensi angka-angka yang muncul untuk memulai service journey menuju pengelolaan best practise yang sukses.

Di bagian hajatan ini saya hendak urun uyah melibatkan pemikiran dalam best practises di hotel. Kata urun uyah dalam budaya Jawa dapat diartikan kita turut memberi bantuan untuk suatu kegiatan besar. Semoga sedikit yang bisa saya deliver, dapat diimplementasikan di beberapa hotel atau hospitality industry in general. Sekaligus memberi manfaat dari spektrum di ujung yang berbeda. 

Pedoman saya adalah “Please, IMPRESS me! I am a boutique.”

Pertama tentunya dari semua-semua aturan, esensi dari tindakan preventif COVID-19 adalah Menjaga Jarak Aman. Tindakan ini memberi pengaruh pada semua SOP (Standard Operating Procedure) yang nyaman, tetap beretika dan mempunyai nilai estetika.

Lalu, bagaimana dengan layanan Room Service atau In-Room Dining? Mengapa harga makanan dan minuman di Room Service menu lebih tinggi daripada di restaurant hotel? 

Baca juga:
KEK Sanur Berpotensi Jadi Pusat Wisata Medis di Asia Tenggara

Padahal secara logika, kualitas makanan dan minuman sudah menurun ketika sampai di kamar tamu. Plating, condiment, cutleries ditata menyesuaikan ukuran nampan untuk sekali antar, harus detail dan sekomplit mungkin termasuk sudah meletakkan tusuk gigi, dan disposal napkins. Dan satu lagi  - tidak dilayani oleh Waiter/Waitress yang in-charge. 

Di layanan Room Service ini yang harus unggul adalah kenyamanan dan privacy  tamu. 

Lalu bagaimanakan pelaksanaannya?

1.    Menu: Sediakan disposal Room Service dan Mini Bar Menu untuk menanggulangi resiko penularan berantai. Menjadi bagian dari tambahan standard set-up Housekeeping. Banyak hotel sudah alih teknologi Menu on TV dan Scan QR Code apabila koneksi jaringan internetnya cukup kuat.

2.     Delivery/Retrieval: Sesuai regulasi pemerintah, Waiter/Waitress wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) = Provision of Personal Protective Equipment (PPE). 

Semua menu yang diorder dalam kondisi tertutup rapi dan sedap dipandang. Karena penampakan ini yang akan diterima dan dilihat oleh tamu yang mengorder.

Hotel harus meminimalkan penampakan staff di kamar tamu. Maka Waiter/Waitress setelah menekal bel pintu sambil memberitahukan kehadiran departemennya, melangkah mundur untuk mengatur jarak aman sampai tamu membuka pintu. Hotel menawarkan pengiriman tanpa kontak. Waiter/Waitress tetap harus menunggu sampai tamu membawa masuk trolley/ nampan sampai tamu menutup pintu. Best practise ini perlu dilakukan untuk antisipasi apabila tamu memerlukan bantuan lebih lanjut. 

3.    Good Hygiene Practices (GHP): Salt & Pepper cruets, Vas Bunga, Hot Boxes, Nampan dan perlengkapan lainnya tetap bisa disertakan setelah dilakukan antisipasi higinitasnya. Maka best practise-nya adalah menggunakan disposable (sekali pakai) paper napkins/tray liners  sebagai pengganti  yang berbahan linen.

4.    Apakah kita perlu juga menyajikan sebotol kecil handsanitizer berlogo hotel kita sebagai giveaway?
5.    Apakah teman-teman punya SOP lain untuk ditingkatkan menjadi Best Practise? Welcome drink, gelasnya dan cara menyajikannya, mungkin?
Bahkan di Customer Relations Management?

Saya tunggu feedback dan ide-ide cemerlang teman-teman dari segala penjuru hospitality industry Indonesia. Salam sehat sejahtera senantiasa untuk semua. Please stay in-touch, stay healthy dan keep yourselves beautiful!

Penulis

Jeffrey Wibisono V., 
Praktisi Perhotelan dan Konsultan di Hospitality Industry

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami