Kenali Fase dan Penyebab Remaja Mulai Ikut-ikutan dengan Lingkungannya
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Psikolog Pradnyagama, Amadeandra Kusuma, M.Psi memaparkan sejumlah faktor yang menyebabkan remaja ikut-ikutan dengan lingkungannya.
Faktor yang pertama, adanya tekanan dari lingkungan sosial misalnya diminta oleh teman-temannya untuk mengikuti perilaku gengnya atau grupnya.
Baca juga:
Viral Geng Remaja Gaza Denpasar Hendak Tawuran Bawa Samurai, 80 Anggotanya Semua Masih SMP
"Kedua karena kurangnya pemahaman diri, jadi kurang paham apa sih sebenarnya kebutuhan dan juga keinginan diri sehingga, lebih mudah untuk ikut- ikutan perilaku ditunjukkan temannya," sebutnya, Sabtu, (8/6/2024) di Denpasar.
Selanjutnya, ketiga adalah, anak sedang mencari identitas diri sehingga sering kali mereka eksplorasi jadi ingin tahu bagaimana saat mengikuti teman, apa konsekuensinya.
"Atau ingin terlihat keren, terlihat dalam gengnya itu keren dan hebat sehingga menunjukkan perilaku memang diinginkan oleh lingkungannya," katanya.
Dijelaskan, faktor lingkungan sangat mempengaruhi anak muda remaja untuk ikut-ikutan, misalnya, faktor teman-temannya yang mengajak, faktor media sosial mungkin melihat di sosmed melihat brand apa atau ada yang melakukan sesuatu sehingga mereka melihat dan ikut ikutan seperti itu.
"Fase di masa remaja memang fase dimana sedang mencari identitas diri dan juga eksplorasi serta sedang mencari teman sehingga, ketika para remaja diminta mengikuti suatu perilaku dan ketika mendapat reward dan penghargaan saat akan mengikuti perilaku lingkungannya para remaja cenderung lebih mudah untuk ikut-ikutan," jelasnya.
Dirinya menyebutkan, rentan umur para remaja terpancing ajakan atau ikut-ikutan di lingkungan mulai 12 hingga 20 tahun.
Beberapa langkah dapat dilakukan orang tua jika anak mereka mulai terlihat ikut-ikutan khususnya ke hal negatif, yakni melalui penanaman nilai moral di keluarga jadi sejak kecil dari dengan aktif berkomunikasi dengan anak.
"Penanaman moral, mana perilaku yang boleh dilakukan dan juga aktif diskusi dan sharing-sharing dan memang harus dibentuk pada usia dini jangan tiba-tiba anaknya baru diajak ngobrol sementara pas kecil tidak pernah diajak ngobrol," ujarnya.
Selanjutnya Kusuma menyampaikan, dari sekolah juga melakukan edukasi atau melakukan bimbingan konseling. Kemudian jika orang tua sudah kesulitan sekali mengelola perilaku anaknya yang cenderung negatif bisa konsultasi pada profesional seperti psikolog atau maupun psikiater.
Editor: Robby
Reporter: bbn/aga