KPK Temukan Pungli ke Wisatawan di Raja Ampat Rp50 Juta per Hari
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi mengenai praktik pungutan liar (pungli) kepada wisatawan saat melakukan giat di kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Pungli tersebut dilakukan oleh oknum masyarakat kepada wisatawan hotel. Setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, oknum masyarakat meminta Rp100 ribu sampai Rp1 juta per kapal.
"Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun," ujar Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria melalui keterangan tertulis, Selasa (9/7).
Kemudian, pungli berupa pembayaran tanah yang ditagih oknum masyarakat kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
Dian mengatakan KPK terus mendorong Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan di atas dengan berkoordinasi kepada aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Tim kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Korsup Wilayah V KPK turut melakukan pendampingan pemerintah daerah (pemda) untuk penertiban pajak dan retribusi demi menyelamatkan kas daerah.
Dian menegaskan penertiban itu harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada pendapatan asli daerah (PAD).
"Kita lakukan pendampingan lapangan dari pulau ke pulau di Raja Ampat untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha, penertiban pajak daerah, sekaligus memastikan sistem pemungutan oleh pemda," kata Dian saat mengunjungi salah satu hotel penunggak pajak di Pulau Mansuar, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen dengan nilai pajak dan retribusi yang tidak lebih dari 1,08 persen di tahun 2023.
Mengatasi persoalan itu, Dian mengatakan pihaknya melakukan pendampingan pada kedua sisi krusial yakni pemda dan swasta. Dian menambahkan, KPK akan memastikan pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel, meliputi penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi.
"Upaya pencegahan kebocoran pajak ini penting untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan mencegah potensi kerugian negara. Tentunya perlu pengawasan agar tidak ada lagi potensi kebocoran pajak daerah, baik melalui mekanisme gratifikasi, pungutan liar, maupun manipulasi data. Namun, di sisi lain pelaku usaha juga kami lihat terkait kewajiban pajaknya," tutur Dian.
Sebelumnya, dengan menempuh perjalanan laut dengan kapal, selama 5 jam tim kolaborasi Korsup Wilayah V KPK melakukan pendampingan pada pemda untuk mengunjungi empat hotel yang bermasalah. Empat hotel tersebut bertempat di tiga pulau berbeda, yakni Pulau Urai, Pulau Gam, dan Pulau Mansuar.
Data Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) menunjukkan masih ada tiga depot air minum, empat restoran, serta dua hotel lain yang bermasalah dengan pajak dan retribusi di Kabupaten Raja Ampat. Bahkan, nilainya mencapai Rp220,5 juta untuk pajak hotel dan Rp43 juta untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Saat melakukan pendampingan, kami juga mendengar masukan dan masalah dari sisi pelaku usahanya sehingga bisa diketahui apa kendala yang dihadapi di swasta dan pemda," jelas Dian.
Di sisi lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Yusuf Salim menjelaskan dengan pendampingan dari KPK, pemda dan swasta langsung berbenah terhadap kewajibannya. Kata dia, KPK juga mampu memberikan kepercayaan pada swasta untuk mendorong pembayaran pajak secara berkala.
"Pihak pelaku usaha atau swasta jadi melihat bahwa kami juga diawasi oleh lembaga lain, sehingga kehadiran KPK ini bisa mendorong optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang lebih efektif," ucap Yusuf.
"Kami juga mengakui jika pemda belum memaksimalkan sumber daya alam di Papua Barat Daya ini sehingga memicu pelaku usaha abai," sambungnya.
Meski demikian, Yusuf menegaskan pihaknya akan terus melakukan perbaikan di Kabupaten Raja Ampat agar tidak terjadi lagi potential loss terhadap PAD atau pajak dan retribusi daerah dengan nilai kerugian yang lebih besar. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net