search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tuduhan Soal Pangeran MbS Terkait Perang Saudi-Houthi Yaman
Selasa, 20 Agustus 2024, 16:21 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Tuduhan Soal Pangeran MbS Terkait Perang Saudi-Houthi Yaman

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS), dituduh pernah memalsukan tanda tangan ayahnya, Raja Salman, guna merealisasikan perang dengan milisi Houthi Yaman pada 2015.

Mantan kepala intelijen Saudi, Saad al-Jabri, mengatakan dalam dokumenter BBC The Kingdom: The World's Most Powerful Prince menuduh MbS memalsukan tanda tangan Raja Salman dalam dekrit kerajaan yang menempatkan pasukan darat Riyadh di Yaman.

Al-Jabri mengatakan saat itu dirinya sebagai kepala intelijen telah mendiskusikan soal perang dengan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat Susan Rice. Dalam pembahasan tersebut, Washington menegaskan hanya mau mendukung kampanye udara, bukan serbuan darat.

Namun demikian, MbS yang kala itu Menteri Pertahanan diklaim bertekad untuk meletuskan perang. Ia kemudian diduga mengabaikan Washington dan membubuhkan tanda tangan palsu dalam dekrit kerajaan atas nama ayahnya sendiri.

"Kami terkejut bahwa ada dekrit kerajaan yang mengizinkan intervensi darat," kata Jabri kepada BBC.

"Dia memalsukan tanda tangan ayahnya untuk meloloskan dekrit kerajaan tersebut," lanjutnya, seperti dikutip Middle East Eye (MEE).

Al-Jabri mengklaim pernyataan dia dalam dokumenter benar seiring dengan dirinya yang memiliki sumber "kredibel dan dapat diandalkan".

Middle East Eye belum bisa memverifikasi klaim tersebut secara independen.

Meski begitu, mengamini klaim al-Jabri, mantan kepala badan intelijen Inggris MI6 John Sawers juga mengatakan kepada BCC bahwa dekrit kerajaan Saudi terkait perang Yaman bukanlah keputusan Raja Salman.

Ia mengaku tak tahu apakah MbS memalsukan tanda tangan sang raja, namun "jelas bahwa ini merupakan keputusan MbS untuk mengintervensi militer di Yaman."

"Itu bukan keputusan ayahnya, meskipun ayahnya diseret bersamanya," ucap Sawers.

Al-Jabri merupakan mantan komandan kedua di Kementerian Dalam Negeri Saudi. Saat itu, ia di bawah kepemimpinan Mohammed bin Nayef (MbN) yang menjabat Menteri Dalam Negeri dan Wakil Perdana Menteri Pertama Saudi.

Al-Jabri saat ini dicap sebagai pembelot Saudi. Ia menetap di Kanada usai melarikan diri dari Negeri Minyak pada 2017.

Tak lama setelah itu, MbN juga ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Kepada salah satu media, al-Jabri mengaku nyawanya telah lama diburu MbS. Kedua anaknya yang tinggal di Saudi pun terkena imbas, yakni dipenjara atas tuduhan bermotif politis guna memaksanya kembali ke Saudi.

CNNIndonesia.com telah menghubungi pihak Kedutaan Besar Saudi di Indonesia terkait laporan ini dan belum mendapatkan jawaban. (sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami