search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tim Mulia-PAS Tak Lakukan Gugatan ke MK, Tapi Soroti Tingginya Golput dan Intervensi Lembaga Adat
Rabu, 11 Desember 2024, 21:17 WITA Follow
image

beritabali/ist/Tim Mulia-PAS Tak Lakukan Gugatan ke MK, Tapi Soroti Tingginya Golput dan Intervensi Lembaga Adat.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Made Muliawan Arya (De Gadjah) dan Putu Agus Suradnyana (PAS) atau yang disingkat Mulia-PAS telah legawa menerima hasil penghitungan suara Pilkada khususnya untuk Pilgub hasil pleno KPU Bali di tingkat provinsi.

Namun ke depannya, Tim Mulia-PAS memberikan catatan khusus untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar mewakili masyarakat Bali.

Paslon 01 ini juga tidak akan melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi maupun ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Pemenangan Mulia-PAS I Kadek "Rambo" Budi Prasetya didampingi Wakil Komandan Tim Pemenangan Mulia-PAS Kadek Cita Ardana Yudi, saat diwawancara, Rabu (11/12).

Meski tidak melakukan perlawanan, Tim Mulia-PAS memberikan catatan khusus dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. 

”Terkait dengan hasil penetapan setelah pleno kemarin tingkat provinsi, kami dari Mulia-PAS tidak akan mengajukan gugatan ke MK karena di awal kami sudah menerima putusan. Namun, kami memberikan catatan yang sangat penting terkait evaluasi bersama dari elemen yang terkait agar Pemilu ke depan berjalan lebih baik,” jelasnya.

Salah satu yang disoroti oleh Paslon 01, tingginya angka golongan putih (golput). Angka partisipasi pemilih tidak ada peningkatan sehingga pemimpin yang dipilih tidak mewakili masyarakat.

"Tingkat partisipasi, dari sebelumnya masak sama, ya harus ditingkatkan. Angka per hari ini cukup tinggi pemilih yang tidak hadir. Sementara untuk memilih pemimpin harus bisa melegitimasi dari seluruh masyarakat,” beber Rambo.

Kadek Cita menambahkan, selain pelaksanaan teknis, penyelenggaraan pesta demokrasi ini yang patur menjadi perhatian adalah soal keterlibatan lembaga adat yang memenangkan salah satu paslon. Sebab, banyak rekaman yang beredar adanya dukungan lembaga adat. Seharusnya, kata dia, lembaga adat  sebagai sebuah lembaga harus steril dari politik.

"Lembaga adat, lembaga bersifat netral. Lembaga adat banjar harus steril dari politik. Individu oke, tapi secara kelembagaan tidak boleh. Lembaga milik publik apapun milik publik tidak boleh dikooptasi harus netral, nol, dia bersifat netral. Ini bukan secara aturan, tapi kita bicara etika. Lembaga yang dimiliki banyak orang, isi banyak kepala yang berbeda-beda harus netral. Tidak harus ada aturan. kita sering terjebak dalam ada ini, itu malah kita melanggar,” ungkap Kadek Cita. 

Pria yang juga seorang advokat ini menekankan, secara etika lembaga publik yang merupakan kelompok komunal harus netral. Hal itu dikarenakan dalam lembaga ada banyak macam pikiran sehingga pilihannya tidak boleh memihak.

”Secara etik, apapun yang menjadi sebuah kelompok komunal yang di dalamnya ada sebagai macam pikiran dan pilihan harus netral kalau memang sebagai lembaga. Secara etika harus netral,” tegasnya.

Belum lagi, lanjutnya, ditemukan politisasi bantuan sosial atau bansos Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang mengabaikan surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Berikut lengkapnya 5 catatan paslon 01 Mulia-PAS terhadap Pleno hasil rekapitulasi Pilkada Bali 2024:
 
1. Dalam Pilgub Bali 2024 angka Golput 30,13 persen. Hal ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih masyarakat Bali sekaligus potret gagalnya penyelenggara pemilu dalam sosialisasi dan edukasi pemilih serta legitimasi pimpinan Bali yang dihasilkan perlu dipertanyakan.

2. Pendistribusian C6 sebagai bentuk undangan pemilih untuk menggunakan hak pilih ke TPS belum terdistribusi secara maksimal, terbukti masih banyaknya pemilih yang tidak mendapatkan C6, sehingga pemilih tidak datang ke TPS. Di samping itu, dalam undangan surat C6 yang ditentukan waktu datang ke TPS sehingga pemilih tidak bisa datang di waktu yang telah ditentukan oleh petugas KPPS.

3. Penyelenggara pemilu kurang optimal dalam sosialisasi, memberikan solusi atau alternatif jika pemilih tidak mendapat C6 dengan berbagai kondisi.

4. Bahwa ada indikasi pembiaran oleh penyelenggara pemilu terhadap intervensi, intimidasi serta ancaman terhadap pemilih oleh oknum aparat desa adat, desa dinas yang menciderai demokrasi. Di beberapa TPS, beberapa petugas menjabat sebagai prajuru adat, kelian adat dan kepala lingkungan, sehingga ada indikasi oleh oknum tersebut memobilisasi pemilih sangat terstruktur, sistematis, dan masif. 

5. Bahwa dalam hal menuliskan formulir kejadian khusus atau keberatan yang merupakan hak dari saksi paslon tidak semua dipahami oleh penyelenggara pemilu di lapangan, terbukti dengan tidak mudahnya untuk mendapatkan formulir tersebut, tidak ditandatangani penyelenggaraan pemilu setempat hingga aksi perusakan.

Editor: Redaksi

Reporter: Gerindra Bali



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami