search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
I Wayan Tumpek, Perajin Tuna Netra yang Bertahan Lewat Keset Serabut
Selasa, 1 Juli 2025, 15:11 WITA Follow
image

beritabali/ist/I Wayan Tumpek, Perajin Tuna Netra yang Bertahan Lewat Keset Serabut.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Di balik sunyinya sebuah rumah sederhana di Banjar Telengan, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, hidup seorang lelaki tua yang penglihatannya telah lama gelap.

Namanya I Wayan Tumpek, seorang tuna netra sejak usia tujuh tahun yang menjadi sosok inspiratif karena tak pernah menyerah pada keterbatasan fisik.

Melalui tangan-tangannya yang tak pernah lelah, Tumpek memilih untuk tetap produktif menjadi perajin keset dari serabut kelapa.

Saat wartawan mendatangi rumahnya, Senin (30/6/2025), lelaki berusia 60 tahun itu bergegas keluar dari kamarnya begitu mendengar suara tamu datang. Ia berjalan perlahan sambil meraba dinding untuk mencari arah.

Senyumnya merekah sederhana tapi penuh harap. Di tangannya, ia perlihatkan keset-keset buatan sendiri. “Ini masih sisa. Belum ada yang laku,” ujarnya.

Keset-keset hasil kerajinan Tumpek tersusun rapi di sudut rumah dekat tempat tidurnya. Ia menyentuh satu per satu, menghitungnya dengan jari-jemari yang telah akrab dengan tekstur serabut kelapa.

“Sudah setahun lebih saya coba buat ini. Jualnya cuma di rumah. Kadang ada tetangga atau orang lewat yang beli,” celetuknya.

Sejak kecil, penglihatannya hilang akibat penyakit mata yang tak tertangani. Keterbatasan biaya membuatnya harus merelakan dunia visual lenyap dari hidupnya. Namun kegelapan tak membuatnya putus asa. Ia pernah belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Denpasar, di sanalah ia mengenal dunia kerajinan tangan yang kini menjadi jalan hidupnya.

Setiap keset yang dihasilkan Tumpek memerlukan waktu sekitar satu minggu. Prosesnya cukup rumit, mulai dari memilih serabut, memintal, hingga merajut menjadi keset yang kuat dan awet — semuanya dikerjakan dengan tangan.

“Bahan serabutnya dibelikan adik saya. Saya buat sendiri, pelan-pelan, biasanya satu keset dijual seharga Rp 20 ribu. Tapi belakangan ini penjualan sedang lesu,” ungkapnya.

Untuk sementara, ia memilih tidak membuat keset baru sampai stok lama terjual. Ia berencana akan kembali memproduksi saat stok tersebut habis.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami