Pidato di PBB, Menlu Rusia Tuding Barat Sebagai Kerajaan Kebohongan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Setelah seminggu di Majelis Umum PBB, yang didominasi oleh diskusi mengenai perang Rusia di Ukraina, pihak Moskow mulai melancarkan balasan.
Dalam pidatonya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyampaikan kepada para delegasi terlebih dahulu di aula Majelis Umum, kemudian beralih ke pers internasional secara luas.
Pidato Lavrov berisi rangkaian pengarahan yang penuh dengan tudingan terhadap Barat, yang digambarkannya sebagai "kerajaan kebohongan".
"Dalam pidato banyak pembicara yang berbicara sebelum saya, gagasan telah disuarakan bahwa planet kita bersama sedang mengalami perubahan yang tidak dapat diubah, dan tatanan dunia baru sedang lahir di depan mata kita," kata Lavrov dalam pidatonya kepada sesama negara anggota, seperti dilansir CNN, Minggu (24/9).
"Kontur masa depan sedang tercipta dalam perjuangan antara mayoritas dunia, yang menganjurkan distribusi kekayaan global dan keragaman peradaban yang lebih adil, dan antara segelintir orang yang menggunakan metode penaklukan neokolonial untuk mempertahankan dominasi mereka yang sulit dipahami," lanjutnya.
Lavrov bukanlah orang pertama yang berpendapat bahwa struktur tata kelola global yang sudah ketinggalan zaman menghambat momentum menuju keadilan iklim dan ekonomi. Namun fokusnya adalah pada pendukung Barat di Ukraina dan NATO, sebuah organisasi pertahanan bersama yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk membela negara-negara Barat dari Uni Soviet.
Ketika perang Rusia di Ukraina terus berlanjut dan sekutu-sekutu Barat terus menyalurkan bantuan militer ke Kyiv, Lavrov pada Sabtu (23/9) memperingatkan bahwa ia menganggap AS, Inggris, dan negara-negara lain secara langsung berperang dengan Rusia.
"Kita bisa menyebut ini perang hibrida tapi itu tidak mengubah kenyataan. Mereka (Barat) sebenarnya terlibat dalam permusuhan karena kita menggunakan Ukraina sebagai makanan ternak," ucap Lavrov.
Lavrov menolak kerangka perdamaian yang diusulkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan menyebutnya sesuatu yang tidak mungkin.
Rencana tersebut tidak berarti menyerahkan wilayah Ukraina ke Rusia atau mengabaikan upaya Kyiv untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dua hal yang menjadi hambatan bagi Moskow.
Menteri Luar Negeri Rusia juga menutup kemungkinan negaranya kembali ke perjanjian gandum Laut Hitam dan mengatakan Kremlin merasa telah ditipu.
"Alasan utama mengapa kami meninggalkan perjanjian ini dan perjanjian ini tidak ada lagi adalah karena segala sesuatu yang dijanjikan kepada kami ternyata hanya tipuan," kata Lavrov.
Rusia menarik diri dari perjanjian yang ditengahi PBB pada bulan Juli lalu, setelah mengatakan selama beberapa waktu bahwa mereka telah dicegah untuk mengekspor bahan makanannya sendiri secara memadai.
Kesepakatan yang kini telah gagal itu memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian yang sangat dibutuhkan melalui laut, dengan kapal-kapal yang melewati blokade Rusia untuk mencapai pasar global.
PBB, yang dibentuk pada tahun 1940an, mencerminkan era sebelumnya, di mana lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memegang kekuasaan yang tidak proporsional dalam organisasi tersebut. Namun sebagai salah satu negara yang disebut P5, Rusia juga mendapat manfaat signifikan dari struktur yang ada, terutama dengan memveto resolusi mengenai perangnya di Ukraina.
Di antara banyak usulan reformasi di PBB dari berbagai sudut, Ukraina mengatakan Rusia harus dicabut hak vetonya di Dewan Keamanan dan dikeluarkan dari organisasi tersebut, karena melanggar prinsip dasar PBB yaitu melanggar kedaulatan teritorial sesama negara anggota.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net