search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kebijakan Pajak Belum Dukung Dunia Usaha
Kamis, 22 Mei 2008, 16:45 WITA Follow
image

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kebijakan perpajakan sampai saat ini belum memberikan dukungan maksimal kepada dunia usaha. Pengusaha masih dilihat hanya sebagai objek pajak tanpa melihat kepentingan yang lebih besar. Pengusaha Jaya Susila menegaskan dunia usaha adalah jantung perpajakan, sedangkan pajak adalah jantung negara.

”Karena itu dunia bisnis adalah jantungnya negara,” kata Jaya Susila dalam seminar ”Pajak dan Dinamika Bisnis” yang digelar Bali Journalist Organizer bersama Kadin Bali, Kamis (22/5) kemarin, di Hotel Inna Bali, Denpasar. Seminar yang diikuti 100 peserta dari berbagai kalangan itu dibuka oleh Ketua Kadin Bali I Gde Wirata.

Jaya Susila yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Kadin mengatakan sistem perpajakan masih dirasakan terlalu ruwet bagi pengusaha. Banyak aturan yang tumpang tindih dan multitafsir tergantung pejabat yang memiliki kekuasaan dalam penerapannya.

Di sisi lain, pejabat perpajakan memiliki kewenangan yang luar biasa dalam menentukan pelanggaran kasus pajak mulai dari proses penyelidikan hingga proses eksekusinya.

Dia menegaskan, dunia bisnis membutuhan kebijakan perpajakan yang transparan, adil dan akuntable. Jangan sampai karena persoalan pajak sebuah perusahaan terpaksa tutup karena permainan pihak tertentu.

Lebih dari itu, kebijakan pajak perlu fleksibel dengan kondisi dunia bisnis. Saat terjadi bencana, resesi dan angka pengangguran yang tinggi misalnya, selayaknya pajak diturunkan sebagai pendorong bergeraknya bisnis. Tetapi pajak bisa dinaikkan pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi, pada bisnis yang padat modal atau bisnis yang tidak ramah lingkungan. “Pengalaman setelah bom Bali, ketika kita minta keringanan pajak malah ditolak,” sebutnya.

Pengamat pajak dari FE Universitas Udaya Dr. Ketut Budiartha mengatakan masyarakat tidak perlu takut terhadap pajak, karena jika ada petugas yang menyalahi perundangan juga bisa dikenakan sanksi (pasal 36A UU KUP No 16 Tahun 2000).

Dia juga sepakat perlunya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya, namun harus diimbangi pelayanan yang lebih baik.

Kabid P2 Humas Kanwil Pajak Bali Tunggul Darmojuwono SH mengakui saat ini pajak merupakan andalan pemerintah dalam memperoleh penerimaan negara. Pada APBN 2008 sudah mencapai Rp 591.978,4 milyar atau 75,97%. Namun bukan berarti mereka hanya berfokus pada upaya menghimpun dana guna peningkatan penerimaan negara.

Ditjen Pajak malah sudah melakukan reformasi perpajakan dengan membuat UU pajak disertai modernisasi administrasi perpajakan. Reformasi itu sekaligus untuk menepis anggapan bahwa kasus pajak bisa dibelokkan menjadi tuntutan pidana yang membangkrutkan perusahaan.

Tunggul membantah, kasus penggelapan pajak masih banyak tergantung pada orang-orang pajak. “UU Baru dilengkapi dengan kode etik dengan sansksi yang keras bagi pegawai pajak yang melanggarnya,” sebutnya.

Reformasi perpajakan mengacu pada prinsip sistem pajak yang pro bisnis, kesetaraan antara wajib pajak dan aparat pajak, pengampunan pajak.

Reformasi juga mencakup moderinisasi Administrasi Perpajakan yang mengutamakan layanan prima kepada wajib pajak. Diharapkan kantor pajak bukan lagi menjadi institusi yang ditakuti karena wajib pajak diposisikan sebagai partner yang wajib dilayani.

Namun Tunggul mengakui, sosialisasi kebijakan perpajakan masih sangat kurang. Apalagi sampai kepada tingkat informasi mengenai perolehan dan penggunaan pajak. “Kami sekarang merancang tiada hari tanpa sosialisasi untuk mengatasi masalah ini,” ungkapnya.

Reporter: bbn/sin



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami