Dirut Disekap, Kantor Vivalavi Diserang Preman
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Kantor Bali Vivalavi Estate yang terletak di Jalan Merta Sari No. 31 X, Banjar Pengubengan Kangin, Kuta Utara Badung, pada Senin (21/2), gempar. Sekelompok preman "menyerang" dan memaksa Direktur Utama (Dirut) Bali Vivalavi Estate, Frank Michel Girardot (39) asal Prancis untuk meneken surat perjanjian.
Informasi dilapangan menyebutkan, empat preman mendadak datang sekitar pukul 10.30 Wita. Mereka masuk ke kantor dan bertemu langsung dengan Frank yang sedang bekerja di ruangannya. Sementara sisanya 10 preman lainnya berada di luar memantau situasi.
Menurut beberapa saksi mata, korban yang duduk di meja ruangannya didorong para pelaku dan memaksa menandatangani surat perjanjian yang telah diisi materai 6.000 itu. Hanya saja, karena korban merasa tak punya masalah, menolak menandatangani surat perjanjian.
"Ada empat orang masuk ke ruangan korban, lainnya keluar," terang Agus Sayang kepala HRD Bali Vivalavi.Mereka membawa sebuah perjanjian dan korban diminta untuk menandatangani. Inti dari isi perjanjian sepihak itu, korban diminta untuk membayar 1,2 juta Euro lebih atau setara dengan Rp 12 miliar.
Namun, sebelum kejadian semakin meruncing, aparat kepolisian Polsek Kuta Utara yang sedang melakukan patroli mendatangi lokasi. Sontak saja, para preman kabur berhamburan dari perkantoran tersebut."Jumlahnya ada sekitar 15 orang dan kabur saat polisi patroli datang," ungkap Kapolsek Kuta Utara AKP I Nyoman Sukanada, pada Senin (21/02).
Sejauh ini, kata Kapolsek pihaknya masih menyelidiki motif penyerbuan ke kantor Vivalavi Estate. Dari laporan yang terima, memang benar ada laporan masuk sesuai No : LP/65/II 2011/Bali/Res. Badung/ Sek. Kuta Utara. Dimana, korban melaporkan pasal perbuatan tidak menyenangkan dan dugaan pemerasan. Terlapor dalam hal ini adalah rekan bisnis yang juga asal Prancis, Denise Ruperas.
Laporan tersebut mengungkapkan, korban dan Denise sempat bekerja sama dalam bisnis property tahun 2006. Terlapor menginvestasikan modalnya ke korban senilai 350 ribu Euro atau senilai Rp 4 miliar.
Dalam perjanjian yang tertera kurun waktu 10 tahun itu dilakukan di Prancis dengan keuntungan yang diperoleh Denise akan dibayar setiap tiga bulan sekali. Senada dikatakan Agus Sayang, korban sendiri telah melakukan pembayaran berikut bunganya."Sudah dibayar berikut bunganya," jelas Agus yang ikut dijadikan saksi dalam kasus penyerangan tersebut.
Herannya ditengah kerjasama tersebut, Denise mendadak memutus kerja sama dengan korban. Padahal, kerja sama baru berjalan 6 tahun. Sementara dalam perjanjian berakhir tahun 2016. Parahnya, belum sempat menemukan jawaban dari terlapor apa penyebab pemutusan kerjasama, Denise diduga membawa sekitar 15 orang preman ke kantor korban.
Reporter: bbn/bgl