search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Anand Krishna Nilai Kejari Jaksel Sewenang-wenang
Minggu, 17 Februari 2013, 16:01 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pihak Anand Krishna menegaskan akan melaporkan eksekusi paksa dengan dasar putusan yang batal demi hukum ke Presiden SBY lewat Watimpres dan juga Mabes Polri.

Prashant Gangtani, putra Anand Krishna menyatakan, "Ini sudah masuk abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Kejari Jaksel. Mengeksekusi putusan batal demi hukum sama dengan perampasan kemerdekaan seseorang. Dan disini kita meminta SBY menegur pembantunya yaitu pihak kejaksaan," ujarnya, dalam rilis yg diterima BeritaBali.Com, Minggu (17/2/2013).

Selain mengadu ke Presiden SBY, pihaknya juga akan melaporkan aksi paksa ini kepada komnas HAM dan Mabes Polri. "Kami ingin Polri turun tangan dan segera menahan saudara Mashyudi selaku Kepala Kejaksaan Jakarta Selatan atas dugaan melanggar pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang," pintanya.

Prashant menuding, Mashyudi pulalah yang memerintahkan para jaksa dibawahnya untuk melakukan eksekusi ini. "Saudara Mashyudi sudah mengetahui bahwa putusan ini batal demi hukum karena tidak terpenuhi aturan formal sesuai dengan pasal 197 KUHAP. Namun tetap menyalahgunakan wewenangnya, sehinga kami takut akan ada korban lain yang dirampas kemerdekannya," tegasnya.

Prashant memaparkan, penegasan keharusan untuk terpenuhi pasal 197 ayat 1 dalam mempidanakan seseorang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tanggal 22 Nov 2012 lalu. Bahkan Komisi III DPR secara spesifik meminta kejagung untuk melaksanakan putusan MK ini agar memenuhi rasa keadilan masyarakat dan tatanan hukum di Indonesia.

Prashant menambahkan bahwa kejaksaan telah beberapa kali melakukan abuse of power dalam kasus tehadap tokoh spritual lintas agama Anand Krishna itu. Pada 9 Nov 2012, Komnas Ham pun sudah mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa putusan MA adalah putusan yang cacat hukum dan adanya indikasi pelanggaran HAM yang terjadi kepada penulis ratusan buku meditasi dan spritual itu.

"Menurut KUHAP putusan bebas tidak bisa di kasasi namun di kasasi, itu juga pelanggaran, dan MA mengeluarkan putusan kasasi namun tidak terpenuhi aturan pasal 197 sehinga dinyatakan batal demi hukum, namun tetap saja dieksekusi.

Ini lagi-lagi mengunakan wewenangnya dengan sewenang-wenang. Ini Negara Hukum, bukan Negara Kejaksaan. Oknum Kejaksaan ini telah melecehkan institusinya sendiri dan memalukan Bapak Kejagung," terangnya. Seperti diketahui, penulis ratusan buku meditasi dan spritual itu di eksekusi paksa dari padepokanya di Desa Tegalantang, Ubud, Gianyar, Bali pada Sabtu (16/2/2013) kemarin oleh tim kejaksaan yang dibekingi pihak kepolisian, dan langsung dibawa ke Jakarta.

Tim kejaksaan membawa Anand Krishna ke Jakarta dan mengeksekusinya ke LP cipinang. Eksekusi ini atas dasar putusan MA yang di ketok oleh mantan Hakim Agung Achmad Yamanie. Padahal, sebelumnya oleh Hakim Albertina Ho pada 22 Nov 2011 dalam pengadilan, Anand Krishna divonis bebas.

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami