search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menjaga Terumbu Karang Bali Secara Mandiri (2-habis)
Kamis, 6 Februari 2014, 09:40 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Upaya merehabilitasi terumbu karang oleh masyarakat Desa Pemuteran mengalami banyak tantangan. Tokoh Masyarakat Desa Pemuteran Wayan Siram menuturkan upaya penyadaran melalui pendekatan kepada para nelayan awalnya mendapatkan perlawanan karena para nelayan hanya menggantungkan hidupnya dari mencari ikan.

"air lautnya tercemar oleh potassium, terumbu karangnya hancur kena bom, jadi kita mencoba melakukan pendekatan pada penangkat ikan hias, pendekatan pada kelompok nelayannya untuk bersama-sama menjaga laut itu sendiri, para penangkap ikan hias masih tetap terus karena dia merasa apa yang mereka lakukan itu untuk hidup, untuk kepentingan perut, tetapi saya tidak putus asa terus kita cari, siang kelihatan ada kita cari kesana, sore kita cari, dengan pembinaan" tutur Wayan Siram

Secara perlahan masyarakat mulai menyadari pentingnya pelestarian laut. Namun pada saat terjadinya gerakan reformasi, eksploitasi kembali terjadi karena para nelayan menganggap masa kebebasan. Kondisi tersebut juga hampir menyebabkan pertumpahan darah ditengah laut karena para penangkap ikan hias melakukan perlawanan. "orang mencari makan saja tidak boleh, kalau begitu besok kita ketemu di sini, turunkan masa, dia bilang begitu sama pecalang ternyata besoknya betul-betul ditunggu dengan 7 perahu disana , disini pukul kentongan jadinya, turunlah semua masyarakat, pecalang semua turun, perahu disini habis semua ketengah dengan senjata macam-macam, apa yang ada itu yang dibawa , syukur-syukur para penangkap ikan hias tidak berani, dia bawa bom" tambahnya

Banyaknya taman-taman koral yang terbentuk secara alamiah di sekitar laut Pemuteran kini menjadi bukti kerja keras masyarakat pemuteran. Bentangan ekosistem terumbu karang kini tidak saja menjadi habitat hidup bagi ikan dan satwa laut lainnya. Keindahan taman laut tersebut kini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Guna menjaga kelestarian kawasan pesisir Pemuteran, masyarakat Desa pemuteran mengembangkan pengamanan swadaya dengan membentuk pecalang segara. Pecalang merupakan kelompok pengamanan swakarsa oleh masyarakat adat di Bali. Seperti namanya, pecalang segara (laut) punya tugas khusus mengamankan laut di wilayah Desa Adat Pemuteran.

Wakil Ketua II Pecalang segara atau petugas pengamanan adat wilayah laut Desa Pemuteran Made Gunaksa mengakui walaupun wilayah Pantai Pemuteran telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi tetapi masih saja terdapat oknum yang melakukan pencurian ikan. "kalau yang namanya pencuri selalu ada, tetapi tidak separah tahun-tahun lalu, tetapi sekarang kebanyakan orang luar karena di desa kami sudah setiap ada pertemuan, setiap ada odalan/upacara di pura, setiap ada perkumpulan selalu kami memberikan pesan tersebut" ujar Made Gunaksa

Menurut Gunaksa, selama ini pencuri yang tertangkap hingga dua kali akan diserahkan ke pihak kepolisian. Selama ini Pecalang segara dengan jumlah personil sebanyak 36 orang selalu siap siaga selama 24 jam. Dimana untuk dana operasional dalam sebulan membutuhkan dana mencapai 6 juta rupiah.

Sedangkan peneliti dari Balai Riset dan Observasi Kelautan Perancak Bali Denny Wijaya Kusuma menyebutkan pada dasarnya sejak dahulu, masyarakat pesisir Bali telah memiliki kepedulian untuk menjaga wilayah pesisir termasuk terumbu karang. Masyarakat sadar bahwa jika sumber daya laut mengalami gangguan maka akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dan keberlanjutan hidup di masa depan.

Denny mencontohkan tradisi petik laut di Jembrana yang bertujuan menjaga kelestarian ikan. Tradisi ini sebagai bukti kearifan masyarakat dalam mengambil kebutuhan dari alam. Masyarakat sejak dulu diajarkan untuk tidak melakukan eksploitasi terhadap laut, sehingga sumber daya laut tetap terjaga. "artinya dengan upacara petik laut ini penangkapan ikan mengalami periodeisasi waktu" jelas Denny Wijaya Kusuma

Menurut Denny, hal yang justru harus diwaspadai adalah ketimpangan antara kebijakan pemerintah dan kebiasaan masyarakat. Misalnya kebiajakan terkait penentuan kawasan konservasi. Cukup banyak yang tidak memahami bahwa kawasan konservasi terbagai dalam zona pemanfaatan, zona peyangga dan zona inti. Penerapan kebijakan zonasi selama ini sering diartikan seluruh kegiatan masyarakat dilarang. Padahal dengan zonasi tersebut kegiatan masyarakat tetap bisa berjalan. "jangan sampai justru niatan melakukan konservasi ditentang masyarakat akibat salah pengertian bahwa konservasi itu ya tidak boleh melakukan apapun baik aktivitas menangkap" ujarnya.

Denny menambahkan jika pemerintah ingin masyarakat mandiri dalam mengelola laut terutama terumbu karang maka kebijakan yang dibuat harus berpedoman pada kearifan masyarakat setempat. Artinya masyarakat dilibatkan secara penuh dalam pengambilan kebijakan. Apalagi wilayah pantai itu common property. Hal ini bermakna semua lapisan masyarakat boleh mengakses laut.

 

"saya pikir dalam penerapannya jangan hanya diwakilkan oleh kepala desa atau tokoh masyarakat saja" papar Denny.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami