Praperadilan BKR, Saksi Ahli Pojokkan Termohon
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sidang gugatan praperadilan oleh Pemohon yakni March Vini Handoko Putra selaku mantan Direktur PT Dwimas Andalan Bali (PT DAB) terhadap Termohon yakni Kapolri cq Kapolda Bali cq Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali atas penetapan sebagai tersangka, Rabu (12/2) memasuki tahap penyampaian duplik dilanjutkan penyerahan bukti surat dan saksi/ ahli dari Pemohon.
Dalam sidang yang dipimpin hakim praperadilan I Dewa Gede Suardipta di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Termohon melalui kuasa hukumnya dari Bidkum Polda Bali yang dikoordinir AKBP Zulhafni SH, dalam duplik intinya mengatakan Yurisprudensi harus ada nomornya sehingga mempertanyakan apa yang dijadikan dasar gugatan oleh Pemohon, juga menyebut gugatan ini tidak termasuk kewenangan praperadilan.
Bahkan, tetap menyebut penetapan tersangka sudah sesuai prosedur dan ketentuan karena ada unsur pidananya. Setelah penyampaian duplik, hakim langsung melanjutkan sidang dengan agenda penyampaian bukti-bukti surat. Pemohon maupun Termohon pun mengajukan bukti-bukti dimaksud kehadapan hakim juga diperiksa secara bersama-sama. "Bilamana masih ada bukti lain, silahkan masing-masing menambahkan dalam sidang berikutnya, Kamis, 13 Februari," sebut hakim I Dewa Gede Suarditha.
Ketika memasuki pengajuan saksi dari Pemohon, suasana sidang tampak panas. Terjadi perdebatan antara kuasa Pemohon dan Termohon terkait kapasitas saksi bernama Vini yang diajukan Pemohon. Termohon mengaku keberatan sehingga dicatat panitera. Alasannya, saksi sebagai adik kandung dari Pemohon.
Saksi mengaku tetap akan bersaksi sehingga sesuai hukum acara saksi tidak disumpah. Saksi menjelaskan dirinya dalam kapasitas sebagai salah satu pemilik unit kondotel bernama Bali Kuta Residance (BKR). Ketika ditanya oleh kuasa Pemohon, saksi menyebutkan dirinya mendatangani PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Bali) juga surat pernyataan tentang pengelolaan kondotel.
"Benar, telah tandatangani surat pengelolaan bersamaan dengan PPJB sehingga merupakan bagian tidak terpisahkan. Sesuai perjanjian jika terjadi perselisihan diselesaikan secara musyawarah dan jika tidak dapat selesai lapor ke Bani (Badan Arbitase Nasional Indonesia) di Bali bukan kepada polisi," sebut Vini. Saksi pun menjelaskan dirinya pernah mau membayar di notaris tetapi tidak bisa. "Notaris melarang karena ada permintaan dari kurator," sebutnya sembari menjawab pertanyaan Termohon bahwa saksi lupa waktu hendak ke notaris itu.
"Saat beli, memang belum selesai dan masih berbentuk gambar, juga disebutkan bahwa nanti unit kondotel itu disewa-sewakan. Untuk AJB (akta jual beli) terjadi jika selesai pembangunan, itu ada dalam perjanjian," sebut saksi yang juga Sekretaris Perhimpunan Pembeli unit kondotel, dan mengaku tidak ada kaitan dengan PT DAB (Dwimas Andalan Bali).
Selanjutnya, saat Pemohon mengajukan ahli, juga terjadi perdebatan dengan Termohon. Namun setelah dilakukan pemeriksaan latar belakang pendidikan dan kapasitas ahli, hakim menyetujui ahli memberikan keterangan. Pantauan di persidangan, Prof I Made Widnyana SH MH adalah dosen pada Universitas Bhayangkara Jaya sekaligus Ketua Program Magister Ilmu Hukum pada universitas milik Polri di Jakarta. Made Widnyana memberi keterangan sebagai ahli arbitase bukan dalam kapasitas sebagai dosen.
Dijelaskan ahli, perjanjian yang mempunyai klausul arbitase merupakan kewenangan absolut dari BANI. Oleh karena itu, jika Penyidik yang mengesampingkan arbitase atau mengaku tidak mengerti arbitase adalah tidak dibenarkan. Alasannya, dalam hukum bahwa setiap warga negara dianggap mengetahui arbitase.
Lebih lanjut, sesuai bukti Perjanjian Kondotel, bahwa pasal yang tercantum merupakan kekuasaan arbitase dan harus diselesaikan secara arbitase terlebih dahulu. "Sepanjang perjanjian pengelolaan merupakan bagian tidak terpisah dengan perjanjian terdahulu maka harus diselesaikan secara arbitase," terangnya.
Sebelum menutup persidangan, hakim menandaskan jika Pemohon praperadilan bisa hadir agar dihadirkan, demikian bagi Termohon agar hadir bersama saksi dan ahli dalam sidang lanjutan Kamis (13/2) mulai pukul 09.00 Wita. Secara terpisah, kuasa hukum dari Pemohon, yakni Yunadi menjelaskan pihaknya sangat menyayangkan pernyataan Termohon dalam duplik bahwa mengatakan Yurisprudensi harus ada nomor. "Ini sangat memprihatinkan.
Yurisprudensi adalah ketentuan hukum sebelumnya yang bisa diikuti dan menjadi sumber hukum, sehingga tidak ada penomoran seperti memuat surat," tandasnya.
Reporter: bbn/net