search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menpar : Thailand dan Malaysia Saingan Berat Pariwisata Bali
Kamis, 21 April 2016, 08:00 WITA Follow
image

bbn/dws

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Menteri Pariwisata Arif Yahya, Rabu (20/4) secara resmi membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Tahun 2016 Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). 
 
Dalam kesempatan ini, Yahya didampingi Ketua Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI, Haryadi Sukamdani, Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, pada pembukaan Rakernas I yang dilaksanakan 20-24 April itu ditandai dengan pemukulan kentongan.
 
Saat memberi sambutan, Yahya menegaskan jika hasil yang luar biasa bisa saja didapat dari cara yang tidak biasa. Seperti yang dihasilkan dari Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata beberapa waktu lalu. 
 
"Apakah cara yang tidak biasa itu harmoninya spirit dan strategic. Oleh karenanya kita sepakat membuat culture di internal yang kita namai win way, seperti jurus untuk mencapai kemenangan. WIN juga berarti Wonderdul Indonesia," ucap Yahya di Nusa Dua, Rabu (20/4/2016).
 
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan tiga hal agar pariwisata Indonesia mengunguli negara lain. Hal pertama adalah spirit atau semangat. Baginya, semangat lebih hebat ketimbang strategi. 
 
"Strategi saja tanpa semangat baginya tak cukup. Spirit membuat kita menjadi hebat," ujarnya.
 
Ia mengajak semua pihak belajar dari Thailand. Menurutnya, Thailand sangat hebat dalam hal semangat memenangkan peperangan dalam konteks industri pariwisata. "Mereka hebat sekali. Dari mulai rajanya sampai cleaning service-nya, kalau bicara pariwisata itu hebat," paparnya.
 
Yahya menuturkan, pernah suatu ketika terjadi pembunuhan di salah satu destinasi wisata Thailand. Namun, hal itu urung diberitakan oleh media demi Thailand, demi bangsa mereka. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah soliditas lintas sektor. 
 
"Itulah hebatnya mereka. Nanti kita lihat Thailand itu tumbuhnya paling besar. Dan save devisa paling besar. Saya pernah bilang begini, kalau Indonesia punya Bali, maka ASEAN punya Thailand. Karena memang dalam hal peperangan, mereka solid," papar dia.
 
"Untuk membuat solid, kita juga harus punya common enemy. Kalau tidak, maka musuh kita itu ada. Musuh kita itu bukan kita. Saya bagi dua musuhnya yakni Thailand dan Malaysia. Sehingga kita tahu apa yang harus kita lakukan," imbuhnya.
 
Bagi Yahya, dalam setiap hal soliditas selalu yang utama. Di kawasan ASEAN, negara yang terbaik, menawarkan satu paket pariwisata adalah Thailand.
 
"Tsun Zu mengajarkan kekuatan soliditas itu adalah bersatu. Mereka bersatu mulai dari Airlanes, PHRI-nya Thailand dan paket wisata. Jadi, PHRI dengan pemerintah dan bisnis harus bersatu, solid kalau mau menang bersaing," ajaknya.
 
Selain solid, hal kedua yang perlu diperhatikan jika ingin menang dalam persaingan industri pariwisata adalah kecepatan. Kelemahan bangsa ini, sambung Yahya, adalah terlalu lelet. Bagi dia, dalam konteks persaingan bukan yang besar makan yang kecil. 
 
"Pak Presiden mencanangkan tahun 2016 itu adalah tahun kecepatan. Tiga fokus presiden adalah deregulasi, infrastruktur dan pengembangan bisnis. Malaysia lebih kecil dari Indonesia tapi kita kalah dari mereka. Kita kalah dari Thailand yang lebih kecil. Bahkan kita kalah dari Singapura yang lebih kecil. Yang cepat makan yang lambat. Kita lambat," sesalnya.
 
Untuk itu, lanjut Yahya, ia meminta kepada PHRI untuk mendiskusikan regulasi apa saja yang dibutuhkan agar dimasukkan dalam paket kebijakan ekonomi keduabelas. Kendati begitu, ia mengakui jika lemahnya tingkat kecepatan bersaing Indonesia dengan negara lain lantaran kebijakan pemerintah juga. 
 
"Mumpung mau dikeluarkan lagi kebijakan paket ekonomi keduabelas yang bisa mempercepat kita bersaing. Dalam hal pariwisata, Arif menilai Indonesia paling lemah di speed. Kalau soal culture, natural, diferensiasi kita sangat bagus. Tapi dalam speed, kita payah," jelasnya.
 
"Tapi speed itu karena pemerintah, regulasi. Saya juga pebisnis, jadi tahu. Kalau kita mau bersaing, aturan yang mengganggu harus diganti," tambahnya.
 
Ia memberi contoh, soal aturan mengenai bebas visa, Indonesia kalah start dengan negara lain. Indonesia, kata Yahya, selama ini selalu mengedepankan pendekatan security yang memperlambat laju pertumbuhan sektor pariwisata. Sementara, hal itu tak berlaku di negara lain. Hal ketiga yang mesti diperhatikan adalah smart. 
 
 
"Thailand dan Singapura itu lebih dari 150 negara yang bebas visa. Indonesia hanya 15 negara. Regulasi kita harus segera dideregulasi agar kita bisa cepat secepat musuh-musuh kita. Kalau mau perang harus kenali musuhmu, kenali dirimu, baru kita bisa menang perang. Meski mereka musuh kita tapi kita harus tahu. Banyak orang belajar dari kesalahannya sendiri. Tapi mari kita juga belajar dari kesalahan orang lain," tutupnya.

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami