search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tradisi Macaru Mejaga-Jaga, Darah Sapi Diyakini Hindari Malapetaka Warga Desa
Sabtu, 11 Agustus 2018, 14:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KLUNGKUNG.

Beritabali.com,Klungkung. Bertepatan dengan tilem sasih karo, Kelurahan Semarapura Kaja, Klungkung menggelar tradisi mecaru mejaga-jaga di Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa,  Sabtu (11/8) kemarin. Tradisi mengarak sapi berdarah yang sebelumnya telah ditebas ini digelar tiap tahun dengan tujuan untuk menghindari terjadinya malapetaka bagi warga desa.
 
[pilihan-redaksi]
Dipusatkan di catus pata desa setempat, upacara diawali sekitar pukul 07.00 Wita, sapi pilihan yang sudah dimandikan itu mulai diarak oleh warga yang didominasi anak anak muda tersebut. Sapi yang diikat dengan tujuh tali itu pertama kali diarak ke arah utara sampai di ujung desa sebelah utara. Persisnya di depan Pura Puseh desa setempat. Di sana, digelar proses upacara. Sapi ditebas pada pantat sebelah kanan oleh pemangku catus pata. Sapi tersebut ditebas menggunakan blakas sudamala yang disakralkan. Darahnya pun berceceran.
 
Kemudian, sapi tersebut kembali diarak krama (warga) menuju arah selatan hingga di batas desa. Persis di depan Pura Dalem, dilakukan proses upacara yang tak jauh beda dengan upacara di perbatasan desa sebelah utara. Sapi ditebas pada pantat bagian kiri. Selanjutnya diarak kembali ke catus pata, sebelum akhirnya diarak lagi ke arah timur sampai di perbatasan desa sebelah timur. Di sana, sapi yang tampak kelelahan itu kembali ditebas pada pantat sebalah kanan.  
 
“Diarak ke barat sampai di depan Pura Prajapati. Kaki belakang mana yang lebih agak ke belakang, itu ditebas. Kemudian kembali ke catus pata untuk upacara selanjutnya,” jelas pegawai di Kelurahan Semarapura Kaja itu.
 
Ditambahkan, ceceran darah sapi itu diyakini sebagai darah kurban untuk menjaga desa setempat. Baik skala maupun niskala. “Intinya menetralkan atau membersihkan alam. Baik parhyangan, pawongan dan pelemahan,” bebernya.
 
Melihat banyaknya darah yang sudah keluar dari tubuh sapi tersebut, warga setempat pun berebut mengambil darah untuk dioleskan dibagian tubuh mereka masing masing. Sebagian malah mengusapkan darah sapi ke wajah mereka.  Darah sapi itu dipercaya dapat mengobati penyakit.
 
[pilihan-redaksi2]
Upacara mecaru mejaga-jaga ini menggunakan seekor sapi pilihan. Tidak boleh cacat, sudah dikebiri dan  hanya bisa dipilih oleh keturunan pemangku prajapati, pemangku catus pata, serta pamong dalem. Warga desa sepakat tidak berani mengubah rentetan tradisi yang sudah diwariskan secara turun-menurun itu. Konon, tradisi itu pernah ditiadakan dengan alasan kesibukan krama melaksanakan upacara ngaben. Ternyata, beberapa orang meninggal di sana. Petani juga gagal panen.
 
“Sampai sekarang kami tidak berani tak menggelarnya. Ketika tidak dilaksanakan prosesi upacara ini, maka akan terjadi malapetaka,” ujar  Bendesa Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa, Wayan Sulendra didampingi Petajuh, Komang Karyawan. Upacara tersebut juga dihadiri Wakil Bupati Klungkung Made Kasta didampingi Ny. Sri Kasta. (bbn/rlsklk/rob)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami