search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Desa Pakraman Sebagai Wilayah Pelaksanaan Petunjuk Rohani
Kamis, 13 Desember 2018, 06:00 WITA Follow
image

Made Nurbawa

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Beritabali.com, Tabanan. Desa merupakan wilayah dimana warganya masih meyakini dan menjalankan petunjuk rohani. Petunjuk rohani tersebut berupa batasan-batasan budaya yang terdiri dari sistem nilai, sosial,  maupun artefak yang dapat membangkitkan human spirit yang seimbang dan menciptakan harmoni dan/atau kedamaian. Demikian disampaikan pemerhati budaya Bali I Made Nurbawa saat ditemui di Tabanan pada Rabu (12/12/2018)

[pilihan-redaksi]
Menurut Nurbawa, kata “desa” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu : “dis”, artinya petunjuk kerohanian. Kemudian muncul istilah “Upadesa” yang berarti petunjuk-petunjuk rohani dan Hita Upadesa yang artinya petunjuk untuk mendapatkan kebahagian rohani. 

Kalau Pakraman berasal dari kata “grama” bahasa Sansekerta atau dalam bahasa Inggris disebut village. Kata village inilah diartikan “desa” dalam bahasa Indonesia.

Dalam praktek bahasa Indonesia memang banyak ada gramatikal dan/atau proses gramatisasi (pergeseran makna bahasa sesuai konteks).

“Jadi desa berarti petunjuk-petunjuk kerohanian yang berlaku dalam satu grama-Desa. Kata grama lama-lama menjadi “krama”, artinya suatu petunjuk kerohanian yang berlaku dalam suatu grama” jelas ayah satu putri tersebut.

Nurbawa menegaskan desa pakraman adalah suatu penguyuban hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-batasan berdasarkan ajaran agama yang selaras dengan pengetahuan alam (Weda).

Desa yang membangun human spirit, di Bali dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. Dimana desa adat dewasa ini sesungguhnya adalah Desa Pakraman.

[pilihan-redaksi2]
Mantan Komisioner KPID Bali tersebut menuturkan “Suara Desa” adalah suara “dis” atau suara tentang pentunjuk-petunjuk tatanan kehidupan yang berlaku dalam suatu grama-desa.

Suara desa juga merupakan tatanan sebagai sinar pengetahuan yang dijadikan penerang dalam menciptakan keteraturan-keseimbangan dan kesejahteraan.

“Sudah lumrah kita dengar kalau melanggar batas atau aturan kita akan kena“dis” (diskualifikasi).  "Desa" mirib dengan gramafoon atau alat pengeras suara dari piringan hitam dengan alun lagu yang merdu,"ujar Nurbawa.

Nurbawa menambahkan ada benarnya juga mengapa dasar negara Indonesia menggunakan Burung Garuda (Kedis) sebagai lambang Negara.

Harapannya tentu agar rakyat Indonesia senantiasa tidak lupa dengan nilai dasar dalam menjalankan Dharma Negara dan Dharma Agama. [bbn/Nur/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami