search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Komersialisasi Banten Jadi Bukti Keluwesan Penerapan Ajaran Bhakti Marga
Selasa, 15 Januari 2019, 06:00 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Komersialisasi atau proses jual beli banten menjadi bukti bentuk kefleksibelan dan keluwesan dalam penerapan ajaran bhakti marga. Komersialisasi muncul karena kesibukan umat akibat bekerja mencari nafkah, dengan waktu yang terbatas sehingga muncul  keinginan  serba  praktis/ekonomis, disamping langkanya bahan baku banten.

Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul “Komersialisasi Banten Dalam  Wacana Penguatan  Identitas  Kehinduan Sebagai Implementasi Ajaran Bhakti Marga di Bali” yang dipublikasikan dalam Jurnal Dharmasmrti, Volume 9 Nomor 2 tahun 2018.

Penulis artikel A.A Kade Sri Yudari dari Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia-Denpasar menuliskan bahwa banten  merupakan  implementasi  dari  ajaran bhakti marga. Sedangkan komersialisasi menjadi dimaklumi asalkan  banten  yang dipersembahkan   tetap   menunjukkan kesakralan,  keikhlasan  dan  kesuciannya.

Sri Yudari juga menuliskan banten’ memang memendam potensi ekonomi luar biasa bagi masyarakat Bali karena banten tidak pernah lekang oleh zaman. Selama banten masih menjadi kebutuhan primer masyarakat Bali selama itu pula potensi ekonomi banten  tetap  hidup.

Bahkan  banten  tidak  pernah terpengaruh iklim/cuaca, jangankan saat situasi ekonomi bagus, ketika situasi ekonomi sedang sulit misalnya, terjadi musibah pun banten tetap dibutuhkan demi ajegnya tradisi leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Kehadiran  banten  dalam  tradisi  di  Bali mencerminkan  kuatnya  identitas kehinduan atas  keyakinan  masyarakat  kepada  Sang Pencipta.  Ideologi  tersebut  melekat  turun-temurun  sehingga  menjadi  warisan  leluhur. Dengan  memahami  hakikat  banten  sebagai curahan rasa bhakti dan cinta kasih kepada Sang Pencipta banten hendaknya dihaturkan dengan penuh  keikhlasan.

Sarana upacara yang dinamakan banten sejak abad  ke-8  telah  dirintis  oleh  Maha  Rsi Markandeya dilanjutkan oleh Maha Rsi lainnya merupakan hal yang mutlak ada karena tertuang dalam ajaran tri kerangka agama Hindu ketiga tentang ritual.

Sarana pokok membuat banten juga harus ada. Mengingat zaman telah berganti sampai  akhirnya  memasuki era digital masyarakat Hindu  akan  tetap  membuat  dan menghaturkan banten. Banten  yang  dibuat  tidak  saja merupakan proses kreatifitas dan estetika tetapi juga  merupakan  proses  Yoga  karena  lebih mengutamakan nilai-nilai kesucian.

Pemusatan pikiran  terjadi  pada  saat  kaum  perempuan menggerakkan  jari  jemari  bagaikan  sedang berjapa. Para tukang banten dan ‘wiku tapini’ dengan posisi bajra asana atau padma asana demi memusatkan pikiran kepada Yang Maha Suci melakukan aktivitas penuh makna kesucian.

Banten juga sering disebut Wali. Kata ‘wali’ artinya  wakil  yang  juga mengandung  pengertian  kembali.  Wali  yang berarti  wakil  mengandung  makna  simbolis bahwa banten merupakan wakil dari isi alam semesta ciptaan Tuhan.

Sedangkan wali yang artinya kembali bermakna bahwa segala yang ada  di  alam  semesta  ciptaan  Tuhan dipersembahkan kembali oleh manusia kepada-Nya sebagai pernyataan rasa terima kasih. 

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami