Semut Sedulur Sebagai Hari Kurang Baik Melaksanakan Pitra Yadnya
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Semut Sedulur bagi masyarakat Bali merupakan hari yang kurang baik untuk melaksanakan upacara pitra yadnya. Semut sedulur secara harfiah berarti semut berjalan beriringan, mengibaratkan pada sebuah kejadian kehidupan masyarakat Bali apabila melakukan upacara pitra yadnya pada hari tersebut akan terjadi ekses buruk, seperti kematian secara berturut-turut terhadap anggota masyarakat setempat.
Semut sedulur adalah hari yang ditentukan melalui hitungan atau penjumlahan panca wara dengan sapta wara dengan menghasilkan bilangan tiga belas berturut-turut tiga kali. Panca artinya lima dan sapta berarti tujuh serta wara (wewaran) artinya terpilih, terbaik, istimewa, mulia dan utama.
I Nyoman Duana Sutika dan I Gusti Ngurah Jayanti dalam artikel berjudul “Inces Dalam Kehidupan Sosial Religius Masyarakat Bali” menuliskan bahwa kematian memang hal yang nisbi dan tidak bisa dihindari sekaligus umumnya sebagai hal yang tidak direncanakan, tetapi apabila kematian terjadi secara berturut-turut, susul menyusul terjadi dalam suatu wilayah desa pakraman, tentu hal tersebut dianggap sebagai hal yang tidak wajar, keanehan bahkan kesalahan. Salah satunya adalah kesalahan atau pelanggaran ketentuan dalam memilih hari (padewasan) dalam mengubur mayat dan pitra yadnya lainnya.
Para penulis yang berasal dari Fakultas Sastra, Universitas Udayana tersebut juga memaparkan dalam tulisan artikelnya bahwa untuk menentukan hari yang disebut semut sedulur harus dipahami terlebih dahulu ketentuan panca wara dan sapta wara beserta jumlah uripnya (urip secara harfiah berarti hidup).
Sebagaimana dapat ditentukan bahwa panca wara meliputi; umanis (uripnya 5), paing (uripnnya 9), pon (uripnya 7), wage (uripnya 4), dan kliwon (uripnya 8). Sedangkan sapta wara meliputi; Redite/minggu (uripnya 5), soma/senin (uripnya 4), anggara/selasa (uripnya 3), buda/rabu (uripnya 7), wrespati/kamis (uripnya 8), sukra/jumat (uripnya 6), dan saniscara/sabtu (uripnya 9).
Hal ini dapat dicontohkan misalnya hari yang berturut-turut jatuh pada sukra pon, saniscara wage, dan redite kliwon jumlah urip dari ketiga hari tersebut secara berturut-turut adalah 'tiga belas' inilah yang disebut semut sedulur. Aturan ini tersurat dalam sebuah lontar bernama Lontar Wariga Pangalihan.
Reporter: bbn/mul