search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
Jumat, 30 Mei 2025, 15:13 WITA Follow
image

beritabali/ist/Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Tetebasan Gering menjadi salah satu topik menarik dalam acara Workshop Lontar Prembon Usadha serangkaian Festival Khasanah Lontar Bali Odalan Saraswati yang digelar Jumat (30/5/2025) di Wantilan Musium Pustaka Lontar, Desa Adat Dukuh Penaban, Karangasem.

Ada dua narasumber yang dihadirkan, yaitu Jero Mangku I Nyoman Merta sebagai Pegiat Lontar Bali dan I Ketut Dharma Kresna Wijaya sebagai Praktisi Usadha Bali. Acara dipandu pelawak kondang Bali, I Nyoman Ardika alias Sengap dan dihadiri tokoh adat serta bendesa dari berbagai wilayah di Kabupaten Karangasem.

Dari sekian topik mengenai lontar prembon hingga usada, ada satu topik yang cukup menarik, yaitu tentang Tetebasan Gering. Lantas apa itu Tetebasan Gering?

Menurut narasumber, I Ketut Dharma Kresna Wijaya yang merupakan praktisi usada, secara garis besar Tetebasan Gering ini bisa dikatakan berkaitan dengan utang karma yang bisa diselesaikan lewat penebusan atau upacara yang disebut tetebasan gering.

"Jadi ciri-ciri orang yang kena tetebasan gering itu, biasanya saat usianya menginjak setengah umur baru akan muncul suatu penyakit atau prahara, misalnya di rumah tangga ngomong sedikit jadi ribut, sakit mendadak, pamali, kalau sudah begitu sebaiknya langsung mewacakan untuk mengetahui apakah ada tetebasan gering," ujar Kresna Wijaya.

Biasanya, ketika orang memiliki tetabasan gering setelah diupacarai sesuai dengan pewacakan kelahirannya maka sakit atau prahara yang disebabkan oleh hutang karma perlahan akan sembuh.

Lebih jauh, setiap manusia yang lahir, hidup membawa utang karma. Dalam tetebasan ini dijelaskan ada 210 kelahiran, saptawara, pancawara, kaliwuku. Setiap kelahiran biasanya memiliki tetebasan dan karma yang berbeda sehingga upakara dan tempat untuk melangsungkan tetebasan tersebut juga berbeda, misalnya ada di Pura Dalem, ada di Pemuhunan begitu juga ada di Pempatan.

"Banten berikut sarana pelukatan berbeda sesuai kelahiran masing-masing. Misalnya di Pura Dalem, Pemuhunan dan di Perempatan, jadi tempat itu masing-masing punya maknanya sendiri, misal ketika lokasi nebusnya di Setra itu pasti orang dengan kelahiran melik," terangnya.

Terlepas dari materi tersebut, Wijaya memberikan apresiasi kepada pihak Musium Pustaka Lontar Dukuh Penaban karena telah melaksanakan Festival yang sangat luar biasa ini sebagai ajang pelestarian budaya. Pasalnya selama ini hal-hal berkaitan dengan lontar masih cukup tabu untuk dipelajari masyarakat akibat adanya penafsiran yang keliru untuk mempelajari lontar.

"Terima kasih, semoga acara seperti ini bisa rutin digelar, sehingga bisa membuka wawasan serta pengetahuan khususnya mengenai lontar kepada generasi muda."

Sementara itu, Bendesa Adat Dukuh Penaban, I Nengah Suarya mengatakan, acara Workshop Lontar Prembon Usadha ini digelar serangkaian Festival Khasanah Lontar Bali Odalan Saraswati yang telah dibuka beberapa waktu yang lalu.

"Jadi ada berbagai kegiatan berkaitan pelestarian lontar yang kita laksanakan, mulai dari workshop hingga bedah lontar serta pelestarian lontar," kata Suarya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami