Triangle Seaport, Jejak Pelabuhan Internasional Bali Utara Zaman Kolonial
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Beritabali.com, Denpasar. Bali Utara atau Buleleng telah memiliki pelabuhan internasional yang sangat terkenal sejak zaman kolonial Belanda. Pelabuhan terintegrasi yang dikenal dengan Triangle Seaport tersebut meliputi Pelabuhan Sangsit, Pelabuhan Buleleng dan Pelabuhan Temukus. Tiga pelabuhan ini sebagai pelabuhan ekspor rempah-rempah seperti kopi, kacang beserta barang-barang tradisional, jagung, gula aren, dan cengkeh.
[pilihan-redaksi]
Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul “Optimalisasi Pengelolaan Pelabuhan-Pelabuhan Kuno Di Buleleng Dalam Pengembangan Pariwisata” yang dipublikasikan dalam Forum Arkeologi Volume 31, Nomor 1, tahun 2018. Artikel tersebut ditulis oleh Ni Komang Ayu Astiti, Peneliti pada Asisten Deputi Industri dan Regulasi Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata.
Astiti menuliskan pelabuhan kuno di Buleleng pada masa pemerintahan Belanda mempunyai arti penting dengan beberapa fungsi yaitu, ekonomi untuk ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya, budaya sebagai tempat pertemuan masyarakat sehingga terjadi kontak budaya baik antar daerah maupun bangsa, politik mempunyai nilai ekonomis dan urat nadi suatu daerah, geografis yaitu memenuhi persyaratan lokasi keberadaan suatu pelabuhan. Pada masa pemerintahan Belanda Pelabuhan Sangsit, Pelabuhan Buleleng dan Pelabuhan Temukus sudah terintegrasi dan saling mendukung dalam jalur perdagangan baik nasional maupun internasional.
Pelabuhan Buleleng atau Ex Pelabuhan Buleleng terletak di Kelurahan Kampung Bugis Singaraja sekitar 2,5 Km arah utara pusat kota Singaraja dan saat ini lebih dikenal sebagai kawasan wisata bersejarah dengan panorama laut yang indah. Pelabuhan Buleleng merupakan kawasan yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Buleleng.
Pada awalnya pelabuhan ini merupakan tempat bongkar muat barang dan persinggahan kapal pesiar asing yang membawa wisatawan. Pelabuhan ini juga menjadi saksi perjuangan rakyat Bali melawan tentara NICA dari Belanda.
[pilihan-redaksi2]
Pelabuhan Sangsit merupakan salah satu pelabuhan kuno yang dikembangkan pemerintah Belanda untuk mendukung perdagangan pada masa itu. Pelabuhan Sangsit sudah ada sejak masa Bali Kuno, hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian prasasti Bali kuno yang telah dilakukan, seperti Prasasti no 353 Sawan /Bila AI yang berangka tahun 945 Saka (1023 M) yang dikeluarkan oleh Raja Marakata, dan Prasasti no 409 Sembiran AIV bertahun 987 Saka (1065 M) yang dikeluarkan Raja Anak Wungsu.
Sedangkan Pelabuhan Sangsit pada abad XIX sebagai pusat perdagangan pada masa Pemerintahan Belanda di Bali, serta mempunyai peran dan kontribusi yang besar terhadap kehidupan masyarakat lokal. Pelabuhan ini pada masa pemerintahan Belanda berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal Belanda.
Sementara keberadaan Pelabuhan Temukus di Labuan Aji Buleleng lebih banyak dari datadata sejarah, karena pelabuhan ini sudah tidak berfungsi lagi. Keberadaan pelabuhan ini banyak dikaitkan dengan keberadaan makam tokoh Islam “The Kwan Lie” (Syekh Abdul Qodir Muhammad) yang sampai saat ini menjadi salah satu daya tarik wisata religi di Bali Utara.[bbn/ Forum Arkeologi/mul]
Reporter: bbn/mul