search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Jalak Bali di Nusa Penida Dilindungi Dengan Awig-Awig Desa Adat
Jumat, 3 Mei 2019, 12:30 WITA Follow
image

beritabali.com/Jurnal Simbiosis

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KLUNGKUNG.

Beritabali.com, Klungkung. Desa Adat di Kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung memberlakukan awig-awig desa adat sebagai upaya untuk melindungi keberadaan Jalak Bali.

[pilihan-redaksi]
Awig-awig tersebut salah satunya memuat larangan kegiatan berburu Jalak Bali. Larangan  ini  tidak  saja  menunjukkan  perlindungan terhadap berbagai satwa termasuk Jalak Bali, tetapi juga akhirnya memberikan dampak pada semakin bertambahnya populasi jenis burung endemik Bali yang langka ini.

Demikian terungkap dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Peranan Awig-awig  Desa Adat dalam Konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida” yang dipublikasikan dalam Jurnal Kajian Bali, Volume 09, Nomor 01 tahun 2019.

Artikel ditulis oleh F.X. Sudaryanto dari Universitas Udayana bersama S. Pudyatmoko, J. Subagja, dan T.S. Djohan dari Universitas Gadjah Mada.

Sudaryanto dan kawan-kawan menuliskan bahwa persepsi masyarakat terhadap awig-awig   dalam  melindungi Jalak  Bali  sangat  positif  sehingga  sampai  sekarang  belum  ada masyarakat yang melanggar awig-awig. Hasilnya, populasi jalak Bali  di  Kepulauan Nusa  Penida bertambah banyak, tahun 2006 ada 49 ekor, dan tahun 2015 menjadi 66 ekor.

[pilihan-redaksi2]
Pada level alternatif, masyarakat lebih percaya dan patuh terhadap awig-awig daripada kepada hukum formal seperti Perda  (Peraturan Daerah) untuk melindungi Jalak Bali. Hal itu terjadi karena awig-awig adalah patokan bertingkah laku, baik yang ditulis maupun tidak ditulis.

Sebagai contoh, awig-awig Desa Pakraman Ped pada Pasal 28 dalam Bahasa Bali, mengatur tentang larangan berburu terutama jalak Bali.

Salah  satu  sanksi awig-awig tersebut  adalah  orang  yang  menangkap, menjual, dan menembak  burung dikenai sanksi harus membayar denda  kira-kira  Rp.  1.000.000 (seharga  1-2 karung beras) dan uang sejumlah harga burung tersebut. Hal ini juga berlaku bagi warga pendatang yang tidak beragama Hindu.

Sanksi sosialnya yakni dikucilkan tidak boleh mengikuti upacara di  pura,  diberlakukan  bagi  yang  kembali  melanggar awig-awig tersebut. 

Meskipun  di  Pulau Nusa  Penida  terdapat  satu  Desa Dinas Islam, yaitu Desa Toyapakeh, yang tidak mempunyai awig-awig, warga mereka mentaati awig-awig Desa Adat di sekitarnya. [bbn/Jurnal Kajian Bali/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami