search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kunjungan Wisman ke Bali Turun, Masihkah Pemerintah Andalkan Pariwisata di Pulau Dewata?
Senin, 2 September 2019, 14:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Tren penurunan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali mengemuka selama semester I tahun 2019 ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, jumlah Wisatawan Mancanegara (Wisman yang datang langsung ke Bali pada semester I-2019 hanya sebanyak 2,84 juta orang saja.
 
[pilihan-redaksi]
Dikutip dari cnbcindonesia.com, jumlah tersebut turun 1,29% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (semester I-2018). Sementara pertumbuhan jumlah Wisman ke Bali di tahun 2018 dan 2017 masing-masing mencapai 6,54% YoY dan 15,62% YoY.
 
Adapun rata-rata pertumbuhan jumlah Wisman ke Bali sepanjang 2015-2018 sebesar 12,89% YoY. Padahal kalau boleh dibilang, daya tarik pariwisata Indonesia di mata Wisman sudah mendapat keuntungan dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah.
 
Sepanjang semester I-2019, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di level Rp 14.188/US$, yang mana melemah 2,4% secara tahunan (year-on-year/YoY).
 
Dengan adanya pelemahan kurs, seharusnya Wisatawan lebih tertarik untuk berlibur ke Indonesia karena harga-harga yang menjadi relatif murah. Namun apa daya. Pada kenyataannya, masih tetap ada penurunan jumlah Wisman yang datang langsung ke Bali. 
 
Sejatinya ini merupakan masalah yang tidak bisa dianggap sepele oleh pemerintah. Pasalnya, hingga saat ini Bali memegang peranan penting bagi industri pariwisata nasional, khususnya yang berorientasi pada Wisman.
 
BPS mencatat pada tahun 2018, ada 6,07 juta orang Wisman yang berkunjung ke bali. Sementara total Wisman yang datang ke Indonesia pada tahun yang sama hanya sebesar 15,81 juta orang.
 
Itu artinya hampir 40% dari total Wisman yang melakukan perjalanan ke Indonesia menjadikan Bali sebagai destinasi utama. Kala pariwisata di Bali mengalami kontraksi, maka sudah pasti akan berdampak signifikan terhadap industri pariwisata Nasional secara keseluruhan.
 
Benar saja, pada semester I-2019 jumlah Wisman yang datang ke Indonesia hanya sebanyak 7,82 juta orang atau tumbuh 4,01%.
 
Memang masih tumbuh, namun angka pertumbuhannya jauh melambat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya sejak tahun 2015, Angka pertumbuhan Jumlah Wisman paling pesat terjadi pada tahun 2017, yaitu sebesar 16,77% YoY. Sementara rata-rata pertumbuhan jumlah Wisman sepanjang 2015-2018 mencapai 13,66%.
 
Devisa Pariwisata Makin Seret
 
Kebobrokan kinerja industri pariwisata RI sejatinya juga akan mendatangkan masalah yang lain. Seperti yang telah diketahui, hampir separuh dari neraca jasa pada transaksi berjalan (current account) Indonesia disumbang oleh jasa perjalanan (pariwisata).
 
Transaksi berjalan sendiri merupakan rekaman aliran devisa yang keluar-masuk Indonesia melalui sektor riil, seperti ekspor-impor barang dan jasa. Jasa pariwisata adalah salah satunya.
 
Celakanya, devisa yang masuk dari jasa pariwisata sepanjang semester I-2019 hanya sebesar US$ 6,42 miliar atau tumbuh 0,09% YoY. Devisa ini masuk dari pengeluaran Wisman selama berlibur ke Indonesia.
 
Angka pertumbuhan tersebut jauh lebih kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tengok saja yang pada tahun 2018 bisa sebesar US$ 7,38% YoY dan 2017 sebesar 17,26% YoY. Sedangkan sepanjang 2015-2018, rata-rata pertumbuhan devisa pariwisata mencapai 8,41%.
 
[pilihan-redaksi2]
Jika devisa pariwisata semakin menipis, maka akan semakin sulit untuk mengobati salah satu penyakit kronis perekonomian Indonesia, yaitu defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
 
Sudah sejak akhir tahun 2011 CAD selalu muncul dan menghiasi buku Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Kala CAD terjadi, stabilitas keuangan dalam negeri menjadi rentan terhadap gejolak perekonomian global.
 
Kebijakan Masih Kentang
 
Sebenarnya, Kementerian Pariwisata di bawah komando Arief Yahya pada tahun 2018 sudah mencanangkan program yang bertujuan untuk mendorong kinerja pariwisata daerah lain.
 
Program tersebut santer dikenal dengan "10 Bali Baru". Perbaikan infrastruktur, layanan, dan promosi menjadi cara pemerintah untuk mendorong pariwisata di daerah-daerah berikut:
 
Danau Toba
Tanjung Kelayang
Tanjung Lesung
Pulau Seribu
Candi Borobudur
Mandalika
Gunung Bromo
Wakatobi
Labuan Bajo
Morotai
 
Sejatinya ini merupakan program yang bagus karena pada akhirnya potensi pariwisata Bali akan mencapai titik jenuh dan semakin sulit untuk ditingkatkan. Perlu daerah baru untuk mendongkrak kinerja pariwisata Indonesia secara signifikan.
 
Namun hingga saat ini dampak kebijakan tersebut masih kurang terasa. Terbukti dari perlambatan pertumbuhan kunjungan Wisman ke Indonesia, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami