search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Korupsi Pengadaan Kapal, Vonis Suyadi Ditambah 4 Tahun
Senin, 16 September 2019, 13:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Direktur PT. F1 Perkasa, Suyadi (50) kembali harus mengerutkan alis di ruang sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) di Denpasar setelah Hakim kembali menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun atas kasus korupsi pengadaan empat unit kapal dari anggaran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014.
 
[pilihan-redaksi]
Dari putusan ini, berati terdakwa harus mendekam selama total 8 tahun penjara karena sebelumnya ia yang berstatus narapidana menjalani hukuman 4 tahun pidana penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina.
 
Selain hukuman fisik, Suyadi juga dikenakan hukuman denda Rp200 juta subsidair 1 bulan kurungan (bukan penjara) oleh majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila,SH.MH. Sebelumnya tim jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menuntut Suyadi dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan.
 
"Mengadili, menyatakan terdakwa Suyadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal Pasal 3 UU RI No. 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, yang diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20/ 2001 tentang pemberantasan Tipikor, sesuai dakwaan subsidair penuntut umum," tegas Hakim Sukanila saat membacakan amar  putusannya.
 
Merespon vonis ini, terdakwa melalui penasihat hukumnya, Ketut Bakuh dkk langsung menyatakan menerima putusan hakim. Sedangkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Agung Wisnhu,SH. memilih untuk pikir-pikir dalam waktu 1 minggu ke depan.
 
Dalam kasus ini, Suyadi selaku Direktur PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 GT dan alat penangkap ikan. Dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina. 
 
Namun pada proses pengerjaannya, ia tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak. Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa. Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.
 
Pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000 untuk pengadaan 4 unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina). 
 
Kemudian Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada Pokja Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali. Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp. 17.160.000.
 
Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali. Dan yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka, direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp.222.200.000.
 
Selanjutnya, I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak. Saat itu kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali. PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000. Kemudian, I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran. 
 
"Jangka waktu pelaksanaan terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014," sebut JPU dalam dakwaan.
 
Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000. setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan 4 unit kapal berbahan kayu tersebut. Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap I. Uang sebesar 2.387.200.000 kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.
 
Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak. Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen. 
 
"Meskipun atas keterlambatannya telah diperingati beberapa kali, namun tetap tidak ada kemajuan," beber Jaksa Agung Wisnhu kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.
 
[pilihan-redaksi2]
Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya. Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000. 
 
Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta dikali empat, jumlahnya Rp 800 juta.
 
Terdakwa telah menerima uang Rp 3,5 miliar lebih, dan seharusnya digunakan Rp 800 juta untuk melunasi empat unit mesin kepada PT Rutan Surabaya. Namun uang terdakwa pergunakan untuk keperluan sendiri. (bbn/maw/rob)

Reporter: bbn/maw



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami