Pengadilan Tinggi Denpasar Putus Bebas Terdakwa Kasus Pemalsuan Surat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Putusan PN Denpasar yang menjatuhkan hukuman selama 8 bulan penjara terhadap Siti Saodah, terkait masalah dugaan pemalsuan surat dimentahkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar.
Pasalnya upaya banding yang dilakukan wanita pemilik salah satu toko emas di Denpasar, justru tidaklah sia-sia. Karena PT Denpasar memutuskan vonis bebas terhadap dirinya. Sebagaimana termuat dalam website resmi Pengadilan Negeri Denpasar, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar yang diketuai Ida Bagus Djagra menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua jaksa.
"Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan jaksa, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan semula, memerintahkan terdakwa supaya dibebaskan dari tahanan kota," demikian bunyi amar putusan majelis hakim PT. Denpasar, Selasa (26/11).
Putusan majelis hakim PT Denpasar sebagaimana termuat dalam website resmi Pengadilan Negeri Denpasar dibacakan pada tanggal 4 November 2019. terkait putusan banding ini juga dibenarkan oleh Jaksa Assri Susantina.
"Ya benar hakim banding menjatuhkan vonis bebas dan kami mengajukan kasasi," kata jaksa Kejati Bali itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, majelis Pengadilan Negeri (PN) Denpasar hakim pimpinan I Made Pasek,SH.MH dalam sidang, Kamis (26/9) lalu dalam amar putusannya mengatakan Siti Saodah terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat.
Atas hal itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 bulan penjara. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Jaksa dalam amar tuntutannya juga menyatakan terdakwa Siti Saodah terbukti bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu. Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Atas vonis itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya langsung menyatakan banding. Klimaksnya, majelis hakim banding menerima pengajuan banding terdakwa dan membebaskan terdakwa dari semua dakwaan jaksa.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan bahwa bergulirnya perkara ini dipersidangan, adanya laporan korban Abdul Azis Batheff yang mengaku dirugikan oleh terdakwa dengan adanya dua lembar bonggol cek senilai Rp90 juta dan Rp75 juta yang bertulisan “Komisi Azis” (Azis adalah saksi korban).
Aziz sendiri mengku tidak pernah menerima cek atau uang dari tedakwa. Terlebih tanah dan bangunan yang dijual adalah milik korban. Sementara dalam BAP (berkas acara pemeriksaan), dua lembar bonggol cek yang dijadikan bukti perkara perdata tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan kenyataan karena tulisan “Komisi Azis” adalah palsu karena saksi Azis tidak pernah menerima komisi atas penjualan sebidang tanah seluas 715 m2.
Apalagi menurut saksi Azis, tanah seluas 715 m2 yang berlokasi di Jalan Letda Kajeng SHM 1376 adalah miliknya yang dibuktikan dengan akta PPJB nomor : 2 tanggal 5 Januari 2005 yang dibeli dari I Putu Widhiarsana Witana.
Sebelumnya Rizal Akbar selaku kuasa hukum pihak korban, dalam keterangan di muka sidang sebelumnya mengatakan bahwa dengan dikeluarkan dua lembar cek bertuliskan “Komisi Azis” patut diduga bahwa terdakwa sengaja ingin mengaburkan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan 715 m2 yang berlokasi di Jalan Letda Kajeng SHM 1376 dari saksi korban.
Mengingat tanah itu, awalnya adalah milik H. Sahabudin (almarhum) yang tidak lain adalah suami terdakwa. Kata dia, Tanah itu, oleh Azis dijual kepada orang lain dan telah dilakukan pembayaran.
Reporter: Humas Denpasar