search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Teknologi Matahari Buatan Korea Selatan Menyala Lebih Lama dari Cina
Senin, 28 Desember 2020, 11:20 WITA Follow
image

bbn/AFP

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Teknologi Matahari Buatan dari Korea Selatan berhasil menyala selama 20 detik dengan suhu mencapai 100 juta derajat Celcius. Catatan waktu ini lebih lama dari Matahari Buatan Cina.

Dikutip dari cnnindonesia.com, catatan waktu reaktor fusi nuklir dari Pusat Penelitian Tingkat Lanjut Superkonduktor Tokamak milik Korea Selatan (KSTAR) ini berhasil melebihi catatan waktu Matahari Buatan Cina.

Sejauh ini, perangkat fusi lain yang beroperasi di suhu 100 juta derajat atau lebih tinggi belum ada yang berhasil menyala lebih dari 10 detik.

Ini adalah batas operasional perangkat berkonduksi normal dan sulit untuk mempertahankan status plasma yang stabil dalam perangkat fusi pada suhu tinggi untuk waktu yang lama.

Panas Matahari Buatan Korsel ini memang masih di bawah Matahari Buatan China yang mencapai 150 juta derajat Celcius. Panas 15 juta derajat Celcius atau 15 kali lebih panas dari inti Matahari yang ada di pusat tata surya.

Namun, Matahari buatan China ini baru bisa menyala selama beberapa detik saja. Selain itu, energi yang dihasilkan Matahari buatan ini pun belum seberapa besar, baru 2 -3 mega-amps. Masih kalah dari reaktor Joint European Torus di Inggris yang sudah berusia 40 tahun. Reaktor ini bisa menghasilkan listrik hingga 7 mega-amps.

Pada 2 November, KSTAR yang berada di Institut Energi Fusi Korea mengumumkan penelitian bersama dengan Universitas Nasional Seoul (SNU) dan Universitas Columbia di Amerika Serikat. Hasil kerjasama ini berhasil menyalakan Matahari Buatan Korsel selama 20 detik. Ini merupakan syarat utama pemanfaatan energi fusi nuklir.

Lama nyala pembangkit listrik dengan energi fusi nuklir ini meningkat jauh dari 2019 yang hanya 8 detik saja. Sementara pada 2018, Tokamak buatan Korsel ini berhasil menyentuh angka 100 juta derajat Celcius untuk bertama kalinya selama 1,5 detik.

Pembangkit listrik dari energi reaksi fusi ini memang sengaja meniru reaksi fusi yang terjadi di Matahari pusat tata surya. Dengan demikian, diharapkan bisa menjadi sumber energi listrik yang tanpa batas.

Selain itu energi listrik lebih bersih ketimbang energi fosil yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar kegiatan industri manusia, seperti bensin, avtur, hingga batu bara.

Untuk menciptakan kembali reaksi fusi yang terjadi di matahari di Bumi, isotop hidrogen harus ditempatkan di dalam perangkat fusi Tokamak seperti KSTAR untuk menciptakan keadaan plasma yang memisahkan ion dan elektron. Untuk memisahkan kedua partikel ini, ion harus dipanaskan dan dipertahankan pada suhu tinggi.

Melansir Digital Trend, suhu yang sangat tinggi hingga 100 juta derajat diperlukan agar atom hidrogen mendapatkan energi yang cukup untuk mengatasi gaya tolak listrik antar proton.

Hal ini memungkinkan atom untuk berfusi, sehingga bisa menghasilkan listrik lewat proses daya fusi termonuklir. Reaksi ini bisa menjadi sumber energi alternatif berkelanjutan yang dapat mengurangi ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil.

"Teknologi yang dibutuhkan untuk operasi jangka panjang 100 juta plasma adalah kunci realisasi energi fusi," jelas Direktur Si-Woo Yoon dari Pusat Penelitian KSTAR di KFE, seperti dikutip Phys. 

"Keberhasilan eksperimen KSTAR dalam operasi suhu tinggi yang lebih lama...membawa kita selangkah lebih dekat ke pengembangan teknologi untuk realisasi energi fusi nuklir," tambah Yong-Su Na, profesor di Jurusan Teknik Nuklir SNU yang bersama-sama melakukan penelitian operasi plasma KSTAR.

KSTAR berencana untuk menyalakan Matahari Buatan lebih lama, 300 detik dengan suhu ion lebih tinggi dari 100 juta derajat pada tahun 2025.

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami